KATA PENGANTAR
Puji syukur kmi
ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang mana telah Melimpahkan rahnmat serta hidayahnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ”Komunikasi Terapeutik
Pada Lansia” tepat pada waktunya.
Dan salawat
serta salam juga selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammab SAW yang Telah
membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan Ilmu pengetahuan
dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat sekarang ini.
Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua teman yang telah
ikut berpartisifasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan makalah
ini kami menyadari masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran
yang bersifat membangun dari rekan-rekan semua sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.Terima kasih.
Pekanbaru,
11 April 2014
Penulis
Kelompok
4
DAFTAR ISI
STEP I
Klarifikasi
Istilah
1. Panti Jompo :
Tempat menampung atau merawat orang yang sudah tua/lanjut usia.
2. Diabetes Mellitus :
Kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, yang ditandai dengan
ekskresi urin yang berlebihan, berhubungan dengan insulin.
3. Lansia :
Tahap tumbuh kembang terakhir dimulai dari 60 tahun keatas.
4. Verbal :
Komunikasi dengan menggunakan lisan dan tulisan.
5. Non Verbal :
Komunikasi Non verbal dengan menggunakan ekspresi tubuh dan gerak.
STEP II
Identifikasi
Masalah
1. Bagaimana cara menangani lansia pada skenario?
2. Bagaimana teknik yang tepat pada lansia yang mempunyai
gangguan?
3. Karakteristik lansia?
4. Mengapa nenek atun tiba-tiba marah dan menangis?
5. Teknik komunikasi verbal dan non verbal pada lansia?
6. Hambatan komunikasi pada lansia?
7. Hal – hal yang perlu diperhatikan saat komunikasi pada
lansia?
STEP III
Analisis
Masalah
1.-Menggali perasaan pasien
-Menjalin trust : pra
interaksi
-Interaksi/Orientasi
-Kerja : empati kepada nenek
-Terminasi
2.-Mengeksplorasi diri
-Cek pendengaran
-Cek penglihatan
-Kecepatan komunikasi
-Mengklarifikasi
-Responsif
3.-Fisik :
Mengalami penurunan
-Psikologi :
Perubahan tingkat
emosional,sensitif,pikun, dan menutup diri.
-Sosial :
Ingin mendapat perhatian
Lansia dibagi atas 4 golongan
:
-Lansia pertengahan (dari umur
45-59).
-Lansia lanjut (60-70).
-Lansia lanjut usia (70-90).
-Lansia tua (90 keatas).
4.-Teringat suami
-Ketidakstabilan mental dan
emosional
-Merasa kehilangan
5.Non Verbal :
-Kontak mata
-Duduk berhadapan
-Membungkuk kearah klien
-Memberi sentuhan
-Terbuka
Verbal :
-Hormat
-Nada bicara rendah
-Empati
-Sopan
6.-Gangguan pendengaran
-Gangguan penglihatan
-Pikun
-Agresif
-Non Asertif
-Beda persepsi
-Kejelasan komunikasi
-Tidak kooperatif
-Sensitif
7.-Jarak : tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat ( posisi aman )
-Volume suara
-Kecepatan bicara
-Cek pendengaran
-Komunikasi terpeutik pada
lansia yang tepat
-Ramah
-Bahasa sederhana
-Hormat
-Sering mengulang kata-kata
-Mempertahankan kontak mata
STEP IV
Merumuskan
Hipotesis
STEP V
Learning
Objektif
1. Faktor yang mempengaruhi agar komunikasi berjalan lancar
?
2. Prinsip komunikasi terapeutik pada lansia ?
3. Teknik khusus untuk lansia ?
4. Sikap perawat dalam menghadapi komunikasi terapeutik
lansia ?
5. Tahap-tahp komunikasi terapeutik pada lansia ?
6. Tujuan komunikasi terapeutik pada lansia ?
7. Teknik komunikasi terapeutik pada lansia dengan berbagai
tingkat lansia?
BAB
I
PENDAHULUAN
Komunikasi
adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk
menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain karena
komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah
berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah
proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta
memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan
sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis
yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien
terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan
distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan
pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam
mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan
sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu.
(Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi
adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal
dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga
pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry,
301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus
waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang
memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam
sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada
telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia
sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami
menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapiutik pada lansia “.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Lansia
Lansia adalah periode dimana
organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah
menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai
“usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan
proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut
usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan
segera dan terintegrasi. Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh
dan mengalami berbagai macam penyakit.
B.
Manfaat
dan Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Lansia
Manfaat
komunikasi terapeutik pada lansia adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja
sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Sedangkan
tujuannya adalah:
1. Mengurangi beban lansia
2. Memudahkan tindakan keperawatan
3. Memandirikan pasien
4. Memenuhi kebutuhan pasien
5. Menggerakkan pasien untuk melakukan
sesuatu
6. Tindakan efektif
C.
Faktor
yang Mempengaruhi Komter pada Lansia
1. Lingkungan, seperti pencahayaan,
suasana dan lain-lain.
2. Kesehatan, seperti penglihatan,
pendengaran dan fungsi neurologis.
3. Suara dan sikap perawat.
4. Kemampuan dan kesiapan perawat.
5. Emosi dan tingkat sensitifitas
pasien.
6. Sedikit bertanya dan banyak
menunggu.
7. Usia (ageism) lansia.
D.
Faktor
Penghambat dalam Berkomunikasi dengan Lansia
1. Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara
dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan
lain-lain.
2. Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan
lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil
nama panggilannya.
3. Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh
perhatian.
4. Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit
menjalin hubungan saling percaya.
5. “Overload” dari
sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang
berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
6. Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam
pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih
penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
7. Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara :
ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak
orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan
strereotipes
8. Pasien
dengan defisit sensorik. Beberapa pasien menunjukkan defisit
pendengaran dan
penglihatan
yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi.
Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun
mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews &
Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun,
jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al.,
2006). Penuaan mengakibatkan
penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang
terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi
adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir
kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah
pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat
berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah
bukit dipagi hari)”.
Gangguan visual
yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata
menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang
pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary
muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan
dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit
mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular,
glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia
lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi
melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews &
Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya
yang terganggu (Chia et al., 2006).
9.
Pasien dengan Demensia. Amerika Serikat
pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia
lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya
diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle
& Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui
lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter
ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002).
(istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap
orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver).
Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat
membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).
10. Pasien
yang ditemani oleh Caregiver. Karakteristik utama kunjungan
poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan seorang anggota
keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada
sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat
mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau
antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan kesehatan
orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver sangat penting
untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu
dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian
obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu
memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan
pasien dalam perawatan mereka sendiri.
11. Agresif. Sikap agresif dalam
berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
a. Berusaha mengontrol dan mendominasi
orang lain (lawan bicara.
b. Meremehkan orang lain
c. Mempertahankan haknya dengan
menyerang orang lain
d. Menonjolkan diri sendiri
e. Pempermalukan orang lain di depan
umum, baik dalam perkataan maupun tindakan
12. Non asertif. Tanda tanda dari non
asertif ini antara lain :
a. Menarik diri bila di ajak berbicara
b. Merasa tidak sebaik orang lain
(rendah diri)
c. Merasa tidak berdaya
d. Tidak berani mengungkap keyakinaan
e. Membiarkan orang lain membuat
keputusan untuk dirinya
f. Tampil diam (pasif)
g. Mengikuti kehendak orang lain
h. Mengorbankan kepentingan dirinya
untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.
E.
Karakteristik
Lansia
Berdasarkan
usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi
empat macam meliputi:
1. Usia pertengahan (middle age)
kelompok usia 45 samapai 59 tahun
2. Usia lanjut (elderly) kelompok usia
antara 60 samapai 70 tahun
3. Usia lanjut usai (old) kelompok usia
antara 75 sampai 90 tahun
4. Usia tua (veryold) kelompk usia di
atas 90 tahun
Meskipun
batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun
perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi,
misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik,
perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat
menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi.
Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat
intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan
emosi yang sering terlihat berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
1.
Tidak
percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di
berikan petugas kesehatan
2.
Mengubah
keterangan yang di berikan sedemikian rupa
3. Menolak membicarakan perawatanya di
rumah sakit
4. Menolak ikut serta dalam perawatan
dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut sertakan dirinya
5. Menolak nasehat-nasehat misalnya,
istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi
kenyamanan klien.
F.
Prinsip-prinsip
Komunikasi Terapeutik pada Lansia
1.
Empati. pelayanan kesehatan harus memandang seorang lansia yang sakit dengan
pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh
penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh
karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia.
2.
Yang harus dan “jangan”. Yaitu keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk
penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan bagi
penderita. Terdapat adagium primum non nocere (yang terpenting jangan membuat
seseorang menderita).Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang
tepat untuk menghindari ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan
devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan, seperti: “yang harus
kakek lakukan adalah...” bukan kata “ kakek jangan…”.
3.
Otonomi. yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan
nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Hak tersebut mempunyai batasan,
akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah
penderita dapat membuat keputusan secara mendiri/bebas.
4.
Keadilan. yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama
bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara
wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak
relevan.
5.
Menjaga
tingkat kebisingan minimum. Usahakan lingkungan tidak rebut,
sehingga akan memudahkan pelaksanaan komter pada lansia.
6.
Menjadi
pendengar yang setia. Maksudnya sediakanlah waktu beberapa
menit untuk mendengarkan keluhan dari klien.
7.
Menjamin
alat bantu berfungsi dengan baik. Ceklah alat bantu
komunikasi yang digunakan oleh lansia sebelum memulai kegiatan. Yakinkan bahwa
kacamata bersih dan pas.
8.
Jangan
berbicara dengan kasar (keras). Lansia sangat
sensitif, ucapan yang kasar akan membuatnya menghentikan komunikasi. Usahakan
selalu menanyakan respon kepada klien tentang apa yang sedang ia rasakan.
9.
Gunakan
kalimat pendek dan sederhana. Hindari penggunaan
kata-kata medis, karena akan mempersulit klien. Berbicaralah pada tingkat
pemahaman klien sehingga klien mengerti tentang pesan yang ingin disampaikan
oleh perawat .
10. Beri kesempatan klien untuk
mengenang. Luangkan waktu untuk pasien agar ia bisa mengingat
hal-hal yang menjadi keluhannya.
G.
Hal
yang Perlu Diperhatikan saat Berinteraksi dengan Lansia
1. Menunjukkan rasa hormat, seperti
“bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk
memanggil panggilan kesukaannya. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
2. Pertahankan kontak mata dengan
pasien. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi dan gunakan sentuhan
lembut.
3. Pertahankan langkah yang tidak
tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif. Beri kesempatan
pasien untuk menyampaikan perasaannya.
4. Berbicara dengan pelan, jelas, tidak
harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana
5. Menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti pasien. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien. Menyederhanakan
atau menuliskan instruksi.
6. Mengenal dahulu kultur dan latar
belakang budaya pasien
7. Mengurangi kebisingan saat
berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat
berinteraksi.
H.
Sikap
Perawat Saat Berkomunikasi dengan Lansia
1.
Sikap hormat
2.
pertahankan kontak mata
3.
Sentuhan
4.
Rileks
5.
Berhadapan
6.
Membungkuk
7.
Melihat ekspresi lansia
8.
Bicara lembut
9.
Empati
10. Menjaga
trust
11. Asertif
12. Tanggung
jawab
13. Otonomi
14. Ikhlas
15. Ramah
16. Memanggil
nama yang disukai klien
17. Kongruen
antara verbal dan non verbal
I.
Teknik untuk Berkomunikasi dengan
Pasien Lansia
1.
Teknik
Umum untuk Lansia
a.
Menunjukkan
Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi
pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan
memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik.
Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan
menyapa dengan
“Bapak” atau
“Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama
pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti
“manisku”,
“sayangku”,
‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan langsung
menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan aktif
mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara
lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan
menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).
b.
Memastikan
bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan
langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi
efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory
et al., 2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa
menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak informasi
daripada riwayat pendukung yang terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru
akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang Tidak didengarkan atau
dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien
lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis
yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi
serta menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).
Pada umumnya,
anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan
bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia
umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan
dokter, khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan
(Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).
c.
Menghindari
Ageism
Salah satu hal
terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia
adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama
disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the National Institute on
Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi terhadap
seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal
yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan
seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan,
hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit
pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada
menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat
stereotype orang tua (Ory et al., 2003).
Untuk
menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi
dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda
untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan
pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan
lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien
lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85
tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap
masalah harus diperlakukan dengan unik.
d.
Mengenal
Kultur dan Budaya
Mengenal latar
belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya dalam
komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam
mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan
kesehatan yang diberikan dokter.
2.
Teknik
Khusus untuk Lansia
a.
Teknik asertif
Asertif
adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan
sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara
agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan
pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas
kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b.
Responsif
Reaksi
petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan
sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi
tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang
sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…? berespon
berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.
c.
Fokus
Sikap ini
merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi
yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya
ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal
yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d.
Supportif
Perubahan
yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara
bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini
perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan
mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan
perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini
dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi
beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk
menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik
secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau
mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat
atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi,
meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari
misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu
bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e.
Klarifikasi
Dengan
berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang
dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar
maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien
‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong
bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.
f.
Sabar dan Ikhlas
Seperti
diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang
terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai
dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat
sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara
klien dengan petugas kesehatan.
J.
Teknik Pendekatan
dalam Perawatan Lansia pada Konteks Komunikasi dan pada Reaksi Penolakan
1.
teknik pendekatan perawatan lansia pada konteks
komunikasi
a.
Pendekatan fisik
Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif,
kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat
kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat
di cegah progresifitasnya.
b.
Pendekatan psikologis
Pendekatan ini
bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan
waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai
konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung
masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.
Pendekatan sosial
Pendekatan ini
di laksanakan meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi
dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun
dengan petugas kesehatan,
d.
Pendekatan Spiritual
Perawat harus
bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang
di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.
2. teknik pendekatan
perawatan lansia pada reaksi penolakan
a.
Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan
lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah yang dapat di
lakukan sebagai berikut :
1. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan
cara observasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2. Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara
perlahan di mulai dari kenyataan yang merisaukan.
3. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi
berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan
sampai menolak.
b.
Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan
sendiri.
1. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam
perencanaan waktu, tempat dan macam, perawatan.
2. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat
dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan
atau perasaan sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan
dan menluangkan waktu bersamanya.
c.
Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.
1. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu
klien lansia menentukan perasaannya.
2. Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang
bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal
yang dapat di lakukan dalam rangka membantu.
3. Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia
untuk menerima kenyataan.
K.
Tips untuk Komunikasi yang Efektif
dengan Pasien Lansia
1. Persiapkan
lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan kebisingan
(mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran).
2. Memanggil
pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan menghindarkan
sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3. Bicaralah
dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan ekspresi yang
menyenangkan.
4. Gunakan sentuhan lembut dengan
sentuhan ringan di tangan, lengan /bahu.
5. Pertahankan langkah yang tidak
tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit untuk mengekspresikan
masalahnya jika mampu
6. Memastikan bahwa agenda pasienlah
yang anda hadapi
7. Meminta pasien lanjut usia untuk
mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8. Memberikan instruksi tertulis paling
tidak dengan huruf berukuran 14.
9. Ingatlah pentingnya masalah
psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
10. Jangan
mengabaikan pasien.
11. Bertanyalah
dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak” dan
bahasa tubuh sederhana.
12. Ketika
melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.
13. Pertemuan
dengan Keterlibatan Pihak Ketiga. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi
dalam bentuk segitiga.
Pada mulanya
berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari pendamping
pasien.
Mintalah pasien dan pendamping
pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting.
L.
Contoh Drama Aplikasi Komunikasi Teraeutik pada Pasien Lansia
1. Fase
Pra Interaksi
Dua orang perawat akan melakukan
pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada pasien lansia yang bernama
Ny. Ratih. Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di ruang melati
Rumah Sakit dr. M. Yunus Bengkulu.
2. Fase
Orientasi
Perawat 1 dan Perawat 2 mendatangi pasien Ny. Ratih di ruang
perawatan.
P1
dan P2
: Assalamu’alaikum.
Keluarga
: Wa’alaikum salam.
P1
dan P2
: Selamat pagi bapak, ibu (sambil tersenyum)
Keluarga
: Pagi juga pak....!!
Nenek
sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.
P1
dan P2
: Pagi nek...!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??
Ny.
Ratih
: Pagi...!! Alhamdulillah sudah agak lumayan.
Ini siapa ya...??
Nenek
masih tampak kebingungan dan tampak berfikir..
P1
:Nenek... perkenalkan saya perawat Yayan dan ini perawat Dadang
Perawat 1
dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga
keluarganya.
P2
: Kami berdua yang bertugas
untuk merawat nenek pada hari ini.
nenek sudah makan belum pagi ini....??
Ny.
Ratih
: Sudah...!!
P2
: Makan nya banyak atau sedikit nek...??
Ny.
Ratih
: Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak. Saya masih merasa agak
mual...!!
P1
: Pagi ini obat nya sudah diminum nek...??
Ny.
Ratih
: Iya sudah...!!
Ibu
: Iya pak obat nya tadi sudah diminum semua...
Setelah
bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang
akan diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.
P1
: Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan pemeriksaan
kepada nenek. Apakah bapak, ibu bersedia...??
bapak
: iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang tua
kami..!!
P2
: iya pak terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat
orang tua bapak dan ibu. Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.
P1
: kalau begitu kami mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang
lebih 5 menit kami akan kembali lagi.
Ibu
: iya pak silahkan..!!
P1 dan
P2 :
Mari pak, buk... (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).
Setelah
itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan
dalam tindakan yang akan diberikan.
3. Fase
Kerja
(Lima menit
kemudian, perawat kembali ke kamar pasien)
P1
dan P2
: Assalmu’alaikum...
Semua
: Wa’alaikum salam...
Perawat
masuk dan langsung mendekati pasien untuk melakukan tindakan.
P1
: Permisi nek..!! maaf ya nek.. nenek tiduran saja ya...
biar nenek lebih santai..
Ny.
Ratih
: (langsung tiduran)
Setelah
itu perawat langsung memberikan tindakan kepada nenek.
P1
: nek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya nek...!!
(perawat 1 memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan
darah).
P1
: cucu nenek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak
komunikasi pada nenek)
Ny.
Ratih
: eeehm,, sudah 3 pak, sudah besar-besar semua.
P1
: ooh sudah berkeluarga semua??
Ny.
Ratih
: yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah.
Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.
P1
: ya iya dong. Kayak neneknya.. (perawat dan nenek ketawa)
sambil
menunggu perawat 1 mengukur tekanan darah, perawat 2 menyiapkan termometer
untuk mengukur suhu nenek.
P2
: Nek... maaf ya... tolong nenek angkat sedikit tangan
kanannya...!!
Ny.
Ratih
: (mengangkat sedikit tangan kanan nya)
P2
: (setelah nenek mengangkat tangannya, perawat langsung memasang
termometer).
P2
: Nek... Langsung dijepit tangannya ya nek... dan jangan dulu dilepas
sebelum saya suruh ..
Ny.
Ratih
: (hanya mengangguk)
Setelah
beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur, kemudian
peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat 1 dan perawat 2 melanjutkan
untuk memeriksa nadi dan pernapasannya.
4. Fase
terminasi
setelah
semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan
semua peralatan dirapikan
Bapak
: Bagaimana pak...??
P1
: keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus
banyak minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.
Orang tua
bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar
nenek cepat sembuh..!!
(dokter
datang ke ruangan kamar pasien untuk melihat keadaan pasien)
Dokter
: Assalamu’alaikum...
Semua
: wa’alaikum salam...
Dokter
: bagaimana keadaannya pak? (dokter bertanya kepada perawat)
P2
: alhamdulillah sudah ada perkembangan dok..
Dokter
: oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke meja
saya ya...
P2
: iya dok...
Dokter
: (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien)
Gimana nek kabarnya??
Ny. Ratih
: udah agak mendingan dok..
Dokter
: alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet
sembuh.
Bapak
: gimana dok keadaan orang tua kami?
Dokter
: (berbicara pada keluarga pasien)
Alhamdulillah
udah melihatkan banyak perkembangan. orang tua bapak dan ibu harus banyak
beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan jangan lupa berdoa..
Kalau
begitu saya permisi dulu ya,, (sambil meninggalkan ruangan)
Semua
: iya dok,,!!
P2
: Kalau begitu kami juga permisi
dulu ya pak buk...!!
Nenek
kami permisi dulu ya nek...
Nenek
cepat sembuh ya nek...
Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang
perawat...!!
Ibu
: Ya pak.. terima kasih...!!
P2
: mari pak, buk...!!
mari
nek....!!
Ibu
: Ya pak...!!
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung
pergi meninggalkan ruangan kamar Ny.N.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah
hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan,
fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan
Sundeen). Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien
lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan
kesehatan untuk orang tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan
biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui
komunikasi yang efektif. Manfaat
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Berdasarkan usianya, organisasi
kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam
meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia dan usia tua. Pendekatan
perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik, psikologis,
social, dan spiritualTeknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik
asertif, responsif, focus, supportif , klarifikasi, sabar dan ikhlas dan
lain-lain. Hambatan berkomunkasi dengan lansia ada agresif, non-asertif dan
sebagainya. Teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera
reaksi penolakan klien, orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan
diri sendiri, libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat. Hal-hal
yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa hormat
hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan pasien dan lainnya.
B.
Saran
1.
Bagi perawat harus memahami tentang
aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan
dengan lancar.
2.
Komunikasi
pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam pemahamannya.
3.
Lansia
merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu, saat
komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adelman, R.D.,
Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication
between older patients and their
physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24
Brunner &
Suddarth.
2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1. Jakarta : EGC
Keliat, Anna. 1996. Hubungan
Terapeutik. Jakarta : EGC.
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC.
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC.
Setyohadi. I.
Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Majerovitz,
S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the
physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr
Soc;42:413–9
Stewart, M.,
Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older
patientphysician communication on health and health-related outcomes. Clin
Geriatr Med ; 16(1) : 25-36
William, S.L.,
Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The
therapeutic effects of the
physician-older patient relationship:
effective communication with vulnerable older patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67
Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Anomin. 2004.
Anomin. 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar