Selasa, 28 Maret 2017

Makalah Komunikasi Terapeutik Pada Lansia

KATA PENGANTAR


            Puji syukur kmi ucapkan atas kehadirat Allah Swt yang mana telah Melimpahkan rahnmat serta hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ”Komunikasi Terapeutik Pada Lansia” tepat pada waktunya.
Dan salawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada nabi besar Muhammab SAW yang Telah membawa kita dari alam kebodohan menuju alam yang penuh dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan pada saat  sekarang ini.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada Semua teman yang telah ikut berpartisifasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak sekali kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-rekan semua sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Terima kasih.



Pekanbaru, 11 April 2014
Penulis

Kelompok 4







DAFTAR ISI

STEP I

Klarifikasi Istilah

1.      Panti Jompo                    : Tempat menampung atau merawat orang yang sudah tua/lanjut usia.
2.      Diabetes Mellitus           : Kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, yang ditandai dengan ekskresi urin yang berlebihan, berhubungan dengan insulin.
3.      Lansia                             : Tahap tumbuh kembang terakhir dimulai dari 60 tahun keatas.
4.      Verbal                             : Komunikasi dengan menggunakan lisan dan tulisan.
5.      Non Verbal                     : Komunikasi Non verbal dengan menggunakan ekspresi tubuh dan gerak.












STEP II

Identifikasi Masalah

1.      Bagaimana cara menangani lansia pada skenario?
2.      Bagaimana teknik yang tepat pada lansia yang mempunyai gangguan?
3.      Karakteristik lansia?
4.      Mengapa nenek atun tiba-tiba marah dan menangis?
5.      Teknik komunikasi verbal dan non verbal pada lansia?
6.      Hambatan komunikasi pada lansia?
7.      Hal – hal yang perlu diperhatikan saat komunikasi pada lansia?














STEP III

Analisis Masalah



1.-Menggali perasaan pasien
   -Menjalin trust : pra interaksi
   -Interaksi/Orientasi
   -Kerja : empati kepada nenek
   -Terminasi

2.-Mengeksplorasi diri
   -Cek pendengaran
   -Cek penglihatan
   -Kecepatan komunikasi
   -Mengklarifikasi
   -Responsif

3.-Fisik :
   Mengalami penurunan
   -Psikologi :
   Perubahan tingkat emosional,sensitif,pikun, dan menutup diri.
   -Sosial :
   Ingin mendapat perhatian
  
   Lansia dibagi atas 4 golongan :
   -Lansia pertengahan (dari umur 45-59).
   -Lansia lanjut (60-70).
   -Lansia lanjut usia (70-90).
   -Lansia tua (90 keatas).

4.-Teringat suami
   -Ketidakstabilan mental dan emosional
   -Merasa kehilangan

5.Non Verbal :
   -Kontak mata
   -Duduk berhadapan
   -Membungkuk kearah klien
   -Memberi sentuhan
   -Terbuka

   Verbal :
   -Hormat
   -Nada bicara rendah
   -Empati
   -Sopan

6.-Gangguan pendengaran
   -Gangguan penglihatan
   -Pikun
   -Agresif
   -Non Asertif
   -Beda persepsi
   -Kejelasan komunikasi
   -Tidak kooperatif
   -Sensitif

7.-Jarak : tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat ( posisi aman )
   -Volume suara
   -Kecepatan bicara
   -Cek pendengaran
   -Komunikasi terpeutik pada lansia yang tepat
   -Ramah
   -Bahasa sederhana
   -Hormat
   -Sering mengulang kata-kata
   -Mempertahankan kontak mata





















STEP IV

Merumuskan Hipotesis

 









STEP V

Learning Objektif


1.      Faktor yang mempengaruhi agar komunikasi berjalan lancar ?
2.      Prinsip komunikasi terapeutik pada lansia ?
3.      Teknik khusus untuk lansia ?
4.      Sikap perawat dalam menghadapi komunikasi terapeutik lansia ?
5.      Tahap-tahp komunikasi terapeutik pada lansia ?
6.      Tujuan komunikasi terapeutik pada lansia ?
7.      Teknik komunikasi terapeutik pada lansia dengan berbagai tingkat lansia?














BAB I
PENDAHULUAN


Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan dan meningkatkan kontrak dengan orang lain karena komunikasi dilakukan oleh seseorang, setiap hari orang seringkali salah berpikir bahwa komunikasi adalah sesuatu yang mudah. Namun sebenarnya adalah proses yang kompleks yang melibatkan tingkah laku dan hubungan serta memungkinkan individu berasosiasi dengan orang lain dan dengan lingkungan sekitarnya. Hal itu merupakan peristiwa yang terus berlangsung secara dinamis yang maknanya dipacu dan ditransmisikan. Untuk memperbaiki interpretasi pasien terhadap pesan, perawat harus tidak terburu-buru dan mengurangi kebisingan dan distraksi. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti dipakai untuk menyampaikan pesan karena arti suatu kata sering kali telah lupa atau ada kesulitan dalam mengorganisasi dan mengekspresikan pikiran. Instruksi yang berurutan dan sederhana dapat dipakai untuk mengingatkan pasien dan sering sangat membantu. (Bruner & Suddart, 2001 : 188).
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan ( Potter-Perry, 301 ). Komunikasi pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang memperngaruhi pola komunikasi. Perubahan yang berhubungan dengan umur dalam sistem auditoris dapat mengakibatkan kerusakan pada pendengaran. Perubahan pada telinga bagian dalam dan telinga mengalangi proses pendengaran pada lansia sehingga tidak toleran teradap suara. Berdasarkan hal – hal tersebut kami menulis makalah ini yang berjudul “ komunikasi terapiutik pada lansia “.





BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Lansia

Lansia  adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan terintegrasi. Lansia juga identik dengan menurunnya daya tahan tubuh dan mengalami berbagai macam penyakit.

B.     Manfaat dan Tujuan Komunikasi Terapeutik pada Lansia

Manfaat komunikasi terapeutik pada lansia adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Sedangkan tujuannya adalah:
1.      Mengurangi beban lansia
2.      Memudahkan tindakan keperawatan
3.      Memandirikan pasien
4.      Memenuhi kebutuhan pasien
5.      Menggerakkan pasien untuk melakukan sesuatu
6.      Tindakan efektif

C.    Faktor yang Mempengaruhi Komter pada Lansia

1.      Lingkungan, seperti pencahayaan, suasana dan lain-lain.
2.      Kesehatan, seperti penglihatan, pendengaran dan fungsi neurologis.
3.      Suara dan sikap perawat.
4.      Kemampuan dan kesiapan perawat.
5.      Emosi dan tingkat sensitifitas pasien.
6.      Sedikit bertanya dan banyak menunggu.
7.      Usia (ageism) lansia.

D.    Faktor Penghambat dalam Berkomunikasi dengan Lansia

1.      Gangguan neurology sering menyebabkan gangguan bicara dan berkomunikasi dapat juga karena pengobatan medis, mulut yang kering dan lain-lain.
2.      Perawat sering memanggil dengan “nenek”, “sayang”, dan lain-lain. Hal tersebut membuat tersinggung harga dirinya dianjurkan memanggil nama panggilannya.
3.      Dianjurkan menegur dan mendengarkan dengan penuh perhatian.
4.      Perbedaan budaya hambatan komunikasi, dan sulit menjalin hubungan saling percaya.
5.       “Overload” dari sensoris : terlalu banyak informasi dalam satu waktu atau banyak orang berkomunikasi dalam yang sama sehingga kognitif berkurang.
6.      Gangguan fisik yang menyebabkan sulit berfokus dalam pembicaraan misalnya focus pada rasa sakit, haus, lapar, capai, kandung kemih penuh, udara yang tidak enak, dan lain-lain.
7.      Hambatan dalam suasana/lingkungan tempat wawancara : ribut/berisik, terlalu banyak informasi dalam waktu yang sama, terlalu banyak orang yang ikut bicara, peerbedaan budaya, perbedaan, bahasa, prejudice, dan strereotipes
8.      Pasien dengan defisit sensorik. Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait dengan usia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa 16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yang mempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006). Penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata. Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “Rake the hill in the morning (Dakilah bukit dipagi hari)”. Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensa mata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk, dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell, 2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).
9.         Pasien dengan Demensia. Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksi akan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009). Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformal lain (Vieder et al.,2002). (istilah caregiver digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiap orang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).
10.     Pasien yang ditemani oleh Caregiver. Karakteristik utama kunjungan poliklinik geriatri adalah adanya orang ketiga, dengan seorang anggota keluarga atau caregiver informal lainnya yang hadir sedikitnya pada sepertiga kunjungan geriatrik (Roter, 2000). Meskipun caregiver dapat mengasumsikan berbagai peran, termasuk pendukung, peserta pasif, atau antagonis, pada sebagian besar kasus, caregiver menempatkan kesehatan orang yang mereka cintai sebagai prioritasnya. Caregiver sangat penting untuk sistem perawatan kesehatan lanjut usia. Mereka tidak hanya membantu dengan nutrisi, aktivitas kehidupan sehari-hari, tugas rumah tangga, pemberian obat, transportasi, dan perawatan lain untuk pasien lanjut usia, caregiver membantu memudahkan komunikasi antara dokter dan pasien serta mempertinggi keterlibatan pasien dalam perawatan mereka sendiri.
11.     Agresif. Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya di tandai dengan prilaku-prilaku di bawah ini:
a.       Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara.
b.      Meremehkan orang lain
c.       Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
d.      Menonjolkan diri sendiri
e.       Pempermalukan orang lain di depan umum, baik dalam perkataan maupun tindakan
12.  Non asertif. Tanda tanda dari non asertif ini antara lain :
a.       Menarik diri bila di ajak berbicara
b.      Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
c.       Merasa tidak berdaya
d.      Tidak berani mengungkap keyakinaan
e.       Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
f.       Tampil diam (pasif)
g.      Mengikuti kehendak orang lain
h.      Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik dengan orang lain.





E.     Karakteristik Lansia


Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:
1.      Usia pertengahan (middle age) kelompok usia 45 samapai 59 tahun
2.      Usia lanjut (elderly) kelompok usia antara 60 samapai 70 tahun
3.      Usia lanjut usai (old) kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun
4.      Usia tua (veryold) kelompk usia di atas 90 tahun

Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia namun perubahan-perubahan akibat dari usai tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan- perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interprestasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognetif yang berpengaruh pada tingkat intelegensi, kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.

Perubahan emosi yang sering terlihat berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
1.   Tidak percaya terhadap diagnose, gejala, perkembangan serta keterangan yang di berikan petugas kesehatan
2.      Mengubah keterangan yang di berikan sedemikian rupa
3.      Menolak membicarakan perawatanya di rumah sakit
4.      Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum khususnya tindakan yang mengikut sertakan dirinya
5.      Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien.






F.     Prinsip-prinsip Komunikasi Terapeutik pada Lansia


1.      Empati. pelayanan kesehatan harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia.

2.      Yang harus dan “jangan”. Yaitu keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (yang terpenting jangan membuat seseorang menderita).Dalam pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari ras nyeri, pemberian analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan, seperti: “yang harus kakek lakukan adalah...” bukan kata “ kakek jangan…”.

3.      Otonomi. yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan, apakah penderita dapat membuat keputusan    secara  mendiri/bebas.

4.      Keadilan. yaitu prinsip pelayanan geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

5.      Menjaga tingkat kebisingan minimum. Usahakan lingkungan tidak rebut, sehingga akan memudahkan pelaksanaan komter pada lansia.

6.      Menjadi pendengar yang setia. Maksudnya sediakanlah waktu beberapa menit untuk mendengarkan keluhan dari klien.

7.      Menjamin alat bantu berfungsi dengan baik. Ceklah alat bantu komunikasi yang digunakan oleh lansia sebelum memulai kegiatan. Yakinkan bahwa kacamata bersih dan pas.

8.      Jangan berbicara dengan kasar (keras). Lansia sangat sensitif, ucapan yang kasar akan membuatnya menghentikan komunikasi. Usahakan selalu menanyakan respon kepada klien tentang apa yang sedang ia rasakan.

9.      Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Hindari penggunaan kata-kata medis, karena akan mempersulit klien. Berbicaralah pada tingkat pemahaman klien sehingga klien mengerti tentang pesan yang ingin disampaikan oleh perawat  .

10.  Beri kesempatan klien untuk mengenang. Luangkan waktu untuk pasien agar ia bisa mengingat hal-hal yang menjadi keluhannya.

G.    Hal yang Perlu Diperhatikan saat Berinteraksi dengan Lansia

1.      Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya. Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
2.      Pertahankan kontak mata dengan pasien. Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi dan gunakan sentuhan lembut.
3.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif. Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya.
4.      Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana
5.      Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien. Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien. Menyederhanakan atau menuliskan instruksi.
6.      Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
7.      Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.

H.    Sikap Perawat Saat Berkomunikasi dengan Lansia



1.      Sikap hormat
2.      pertahankan kontak mata
3.      Sentuhan
4.      Rileks
5.      Berhadapan
6.      Membungkuk
7.      Melihat ekspresi lansia
8.      Bicara lembut
9.      Empati
10.  Menjaga trust
11.  Asertif
12.  Tanggung jawab
13.  Otonomi
14.  Ikhlas
15.  Ramah
16.  Memanggil nama yang disukai klien
17.  Kongruen antara verbal dan non verbal




I.       Teknik untuk Berkomunikasi dengan Pasien Lansia


1.      Teknik Umum untuk Lansia


a.      Menunjukkan Hormat dan Keprihatinan
Komunikasi pasien yang baik didasarkan pada respect atau hormat kepada pasien dan memahami serta mengapresiasi setiap pasien sebagai sosok manusia yang unik. Untuk menunjukkan rasa hormat, anda harus menghadapi pasien secara formal dan menyapa dengan “Bapak” atau “Ibu”, kecuali pasien sebelumnya telah meminta anda untuk memanggil dengan nama pertamanya, dan hindarkan menggunakan istilah yang merendahkan seperti “manisku”, “sayangku”, ‘cintaku”. Berkomunikasi yang saling bertatap mata dengan duduk di kursi dan langsung menatap pasien. Dengan melakukan hal ini, anda menunjukkan perhatian sejati dan aktif mendengarkan, serta membantu pasien untuk mendengar dan memahami anda secara lebih baik. Sentuhan lembut di tangan, lengan, atau pundak pasien akan menyampaikan rasa turut prihatin dan perhatian (Adelman et al., 2000).



b.      Memastikan bahwa Pasien Didengar dan Dipahami
Mempertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif antara pasien lanjut usia dan dokter (Adelman et al., 2000 ; Ory et al., 2003). Membiarkan pasien lanjut usia untuk berbicara beberapa menit tentang masalahnya tanpa interupsi akan memberikan lebih banyak informasi daripada riwayat pendukung yang terstruktur cepat. Merasa sedang diburu-buru akan menyebabkan mereka merasa bahwa mereka sedang  Tidak didengarkan atau dipahami (Adelman et al., 2000). Penelitian menunjukkan bahwa pasien lanjut usia dan dokter sering tidak sepaham tentang tujuan dan masalah medis yang dihadapi. Komunikasi yang buruk dapat mengganggu pertukaran informasi serta menurunkan kepuasan pasien (Greene et al., 1989).
Pada umumnya, anda harus berbicara pelan, jelas, dan keras tanpa berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang singkat dan sederhana. Karena pasien lanjut usia umumnya lebih sedikit bertanya dan menunggu untuk ditanya sesuai kewenangan dokter, khususnya penting untuk sering merangkum dan memancing pertanyaan (Adelman et al., 2000;Robinson et al., 2006).

c.       Menghindari Ageism
Salah satu hal terpenting yang harus diingat ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia adalah menghindarkan ageism. Ageism, suatu istilah yang pertama disampaikan oleh Robert Butler, direktur pertama the National Institute on Aging, adalah systematic stereotyping dan diskriminasi terhadap seseorang karena mereka berusia lanjut (Butler, 1969). Ageism adalah hal yang lazim pada perawatan kesehatan dan dapat direfleksikan dalam tindakan seperti meremehkan masalah medis, menggunakan bahasa yang bersifat merendahkan, hanya memberikan sedikit edukasi tentang regimen preventif, menawarkan sedikit pengobatan untukmasalah kesehatan mental, menggunakan panggilan yang bernada menghina, menghabiskan lebih sedikit masalah psikososial, dan membuat stereotype orang tua (Ory et al., 2003).
Untuk menghindarkan ageism, mulailah mengenal pasien lanjut usia sebagai satu pribadi dengan riwayat dan penyelesaian yang jelas. Pendekatan ini memungkinkan anda untuk menemui setiap pasien lanjut usia sebagai individu yang unik dengan pengalaman seumur hidup yang berharga bukan orang tua yang tidak produktif dan lemah (Roter, 2000). Juga penting untuk tidak mengasumsikan bahwa semua pasien lanjut usia adalah sama. Bisa saja dijumpai “orang berjiwa muda” dengan usia 85 tahun serta “orang berjiwa tua” dengan usia 60 tahun. Setiap pasien dan setiap masalah harus diperlakukan dengan unik.

d.      Mengenal Kultur dan Budaya
Mengenal latar belakang kultur dan budaya pasien untuk kemudian mengaplikasikannya dalam komunikasi dokter-pasien lanjut usia juga merupakan hal penting dalam mempengaruhi persepsi pasien terhadap baik dan berkualitasnya pelayanan kesehatan yang diberikan dokter.


2.      Teknik Khusus untuk Lansia


a.      Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.

b.      Responsif  
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakana bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut misalnya dengan mengajukan pertanyaan ‘apa yang sedang bapak/ibu fikirkan saat ini, ‘apa yang bisa bantu…?  berespon berarti bersikap aktif tidak menunggu permintaan bantuan dari klien.

c.       Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang di inginkan. Ketika klien mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang di inginkan, maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu di perhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.

d.      Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beban bagi keluarganya. Dengan demikaian di harapkan klien termotivasi untuk menjadi dan berkarya sesuai dengan kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya. Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa terkesan menggurui atau mengajari misalnya: ‘saya yakin bapak/ibu lebih berpengalaman dari saya, untuk itu bapak/ibu dapat melaksanakanya……. dan bila diperlukan kami dapat membantu’.
e.       Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses komunikasi tidak berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali perlu di lakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat di terima dan di persepsikan sama oleh klien ‘bapak/ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan tadi..? bisa minta tolong bapak/ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi…?.

f.       Sabar dan Ikhlas
Seperti diketahui sebelumnya klien lansia umumnya mengalami perubahan-perubahan yang terkadang merepotkan dan kekanak-kanakan perubahan ini bila tidak di sikapai dengan sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga komunikasi yang di lakukan tidak terapeutik, namun dapat berakibat komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan antara klien dengan petugas kesehatan.





















J.      Teknik Pendekatan dalam Perawatan Lansia pada Konteks Komunikasi dan pada Reaksi Penolakan

1.     teknik pendekatan perawatan lansia pada konteks komunikasi


a.      Pendekatan fisik

Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya.

b.      Pendekatan psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
c.       Pendekatan sosial
Pendekatan ini di laksanakan  meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan,
d.      Pendekatan Spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian.


2.     teknik pendekatan perawatan lansia pada reaksi penolakan

 

a.      Penolakan segera reaksi penolakan klien.
Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah yang dapat di lakukan sebagai berikut :
1.      Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2.      Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan yang merisaukan.
3.      Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak.

b.      Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri.

1.      Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan macam, perawatan.
2.      Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan.
3.      Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan waktu bersamanya.

c.       Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat.

1.      Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaannya.
2.      Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam rangka membantu.
3.      Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.




K.    Tips untuk Komunikasi yang Efektif dengan Pasien Lansia

1.      Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan, memperbanyak penerangan dan menurunkan kebisingan (mempertimbangkan kemungkinan berkurangnya penglihatan dan pendengaran).
2.      Memanggil pasien dan anggota keluarga dengan sebutan “Bapak” atau “Ibu” dan menghindarkan sebutan “manis”, “sayang”, atau “cintaku”
3.      Bicaralah dengan pelan, jelas, tanpa berteriak, menggunakan nada yang kalem dan ekspresi yang menyenangkan.
4.      Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan, lengan /bahu.
5.      Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa, membiarkan pasien selama beberapa menit untuk mengekspresikan masalahnya jika mampu
6.      Memastikan bahwa agenda pasienlah yang anda hadapi
7.      Meminta pasien lanjut usia untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting
8.      Memberikan instruksi tertulis paling tidak dengan huruf berukuran 14.
9.      Ingatlah pentingnya masalah psikososial ketika merawat pasien lanjut usia.
10. Jangan mengabaikan pasien.
11. Bertanyalah dengan pertanyaan sederhana yang hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak” dan bahasa tubuh sederhana.
12. Ketika melakukan pemeriksaan, berikan instruksi satu persatu.
13. Pertemuan dengan Keterlibatan Pihak Ketiga. Persiapkan lingkungan ruang pemeriksaan dengan 3 kursi dalam bentuk segitiga. Pada mulanya berikan pertanyaan kepada pasien, kemudian mintalah masukan dari pendamping pasien. Mintalah pasien dan pendamping pasien untuk mengulang kembali setiap instruksi yang penting.



L.     Contoh  Drama Aplikasi Komunikasi Teraeutik pada Pasien Lansia


1.      Fase Pra Interaksi
Dua orang perawat akan melakukan pemeriksaan dan melihat perkembangan kondisi pada pasien lansia yang bernama Ny. Ratih. Ny. Ratih menderita penyakit hipertensi yang dirawat di ruang melati Rumah Sakit dr. M. Yunus Bengkulu.

2.      Fase Orientasi
Perawat 1 dan Perawat 2 mendatangi pasien Ny. Ratih di ruang perawatan.
            P1 dan P2                     : Assalamu’alaikum.
            Keluarga                : Wa’alaikum salam.
            P1 dan P2                     : Selamat pagi bapak, ibu (sambil tersenyum)
Keluarga                : Pagi juga pak....!!
Nenek sedikit kebingungan melihat kedatangan perawat.
P1 dan P2                     : Pagi nek...!! Gimana kabar nek hari ini,, sehat ??
Ny. Ratih               : Pagi...!! Alhamdulillah sudah agak lumayan.
                                            Ini siapa ya...??
Nenek masih tampak kebingungan dan tampak berfikir..
P1                                    :Nenek... perkenalkan saya perawat Yayan dan ini perawat Dadang

Perawat 1 dan perawat 2 mencoba melakukan pendekatan kepada nenek dan juga juga keluarganya.
P2                                         : Kami berdua yang bertugas untuk merawat nenek pada hari ini.
                                 nenek sudah makan belum pagi ini....??
Ny. Ratih               : Sudah...!!
P2                                    : Makan nya banyak atau sedikit nek...??
Ny. Ratih               : Cuma sedikit karena saya kurang selera makan pak. Saya masih merasa agak mual...!!
P1                                    :  Pagi ini obat nya sudah diminum nek...??
Ny. Ratih               : Iya sudah...!!
Ibu                         : Iya pak obat nya tadi sudah diminum semua...
Setelah bertanya kepadaa nenek, perawat mencoba menjelaskan asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada nenek dan juga keluarganya.
P1                                    : Baiklah nek, bapak dan ibu..!! Kami disini akan melakukan pemeriksaan kepada nenek. Apakah bapak, ibu bersedia...??
bapak         : iya baiklah kalau begitu kami mohon lakukan yang terbaik buat orang  tua kami..!!

P2                    : iya pak terimakasih, kami akan mencoba melakukan yang terbaik buat orang tua bapak dan ibu. Kami juga mohon kerja samanya nanti dalam pemeriksaan.
P1               : kalau begitu kami mau permisi sebentar untuk mempersiapkan alatnya, kurang lebih 5 menit kami akan kembali lagi.
Ibu                                 : iya pak silahkan..!!
P1 dan P2                   : Mari pak, buk... (sambil berjalan pergi untuk mengambil alat).
Setelah itu perawat meninggalkan kamar pasien untuk menyiapkan alat yang akan digunakan dalam tindakan yang akan diberikan.

        3.      Fase Kerja
            (Lima menit kemudian, perawat kembali ke kamar pasien)
P1 dan P2                     : Assalmu’alaikum...
Semua                    : Wa’alaikum salam...
Perawat masuk dan langsung mendekati pasien untuk melakukan tindakan.
P1                                    : Permisi nek..!! maaf ya nek.. nenek tiduran saja ya...
                                 biar nenek lebih santai..
Ny. Ratih               : (langsung tiduran)
Setelah itu perawat langsung memberikan tindakan kepada nenek.
P1                                    : nek.. tolong tangan kirinya sedikit diangkat ya nek...!!
                                (perawat 1 memasang manset tensi, kemudian mengukur tekanan
                                 darah).
P1                                       : cucu nenek sudah berapa kini? (perawat mencoba mengajak komunikasi pada nenek)
Ny. Ratih               : eeehm,, sudah 3 pak, sudah besar-besar semua.
P1                                    :  ooh sudah berkeluarga semua??
Ny. Ratih               : yang 1 orang sudah, terus yang duanya lagi masih kuliah dan masih kuliah. Mereka cantik dan ganteng-ganteng pak.
P1                                    : ya iya dong. Kayak neneknya.. (perawat dan nenek ketawa)
sambil menunggu perawat 1 mengukur tekanan darah, perawat 2 menyiapkan termometer untuk mengukur suhu nenek.
P2                                    :  Nek... maaf ya... tolong nenek angkat sedikit tangan kanannya...!!
Ny. Ratih               : (mengangkat sedikit tangan kanan nya)
P2                                    : (setelah nenek mengangkat tangannya, perawat langsung memasang
                                 termometer).
P2                                    : Nek... Langsung dijepit tangannya ya nek... dan jangan dulu dilepas
                                 sebelum saya suruh ..
Ny. Ratih               : (hanya mengangguk)
Setelah beberapa menit kemudian tekanan darah dan suhu sudah selesai diukur, kemudian peralatan dilepas kembali, dan setelah itu perawat 1 dan perawat 2 melanjutkan untuk memeriksa nadi dan pernapasannya.

4.      Fase terminasi
setelah semua pemeriksaan sudah dilakukan, hasil pemeriksaan dicatat oleh perawat dan semua peralatan dirapikan
Bapak                    : Bagaimana pak...??
P1                                    : keadaannya sudah membaik dari kemaren, tapi orang tua bapak harus banyak minum air putih dan juga makan sayur-sayuran.
Orang tua bapak dan ibu harus banyak istirahat dan juga jangan dulu banyak pikiran, biar nenek cepat sembuh..!!
(dokter datang ke ruangan kamar pasien untuk melihat keadaan pasien)
Dokter                    : Assalamu’alaikum...
Semua                    : wa’alaikum salam...
Dokter                    : bagaimana keadaannya pak? (dokter bertanya kepada perawat)
P2                                    : alhamdulillah sudah ada perkembangan dok..
Dokter                    : oh,, baik kalau begitu nanti cacatan pemeriksaannya tolong diantarkan ke meja saya ya...
P2                                    : iya dok...
Dokter                    : (melihat pasien dan mencoba memeriksa pasien)
            Gimana nek kabarnya??
Ny. Ratih               : udah agak mendingan dok..
Dokter                    : alhamdulillah kalau begitu, nenek harus banyak istirahat ya biar cepet sembuh.
Bapak                     : gimana dok keadaan orang tua kami?
Dokter                    : (berbicara pada keluarga pasien)
Alhamdulillah udah melihatkan banyak perkembangan. orang tua bapak dan ibu harus banyak beristirahat agar cepet sembuh, yang sabar ya dan jangan lupa berdoa..
           Kalau begitu saya permisi dulu ya,, (sambil meninggalkan ruangan)
Semua                    : iya dok,,!!
P2                                    : Kalau begitu kami juga permisi dulu ya pak buk...!!
                                                Nenek kami permisi dulu ya nek...
                                                Nenek cepat sembuh ya nek...
Nanti kalau ada perlu bantuan panggil kami di ruang perawat...!!
Ibu                          : Ya pak.. terima kasih...!!
P2                                    : mari pak, buk...!!
                                                mari nek....!!
Ibu                          : Ya pak...!!
Akhirnya setelah perawat berpamitan, perawat langsung pergi meninggalkan ruangan kamar Ny.N.

BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen). Teknik komunikasi yang baik akan memperbaiki outcome pasien lanjut usia dan caregiver-nya. Bukti mengindikasikan bahwa outcome perawatan kesehatan untuk orang tuatidak hanya tergantung pada perawatan kebutuhan biomedis tetapi juga tergantung pada hubungan perawatan yang diciptakan melalui komunikasi yang efektif. Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien.
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan usia lanjut menjadi empat macam meliputi:usia pertengahan, usia lanjut, usia lanjut usia dan usia tua. Pendekatan perawatan lansia dalam konteks komunikasi ada pendekatan fisik, psikologis, social, dan spiritualTeknik komunikasi pada lansia terdiri dari : teknik asertif, responsif, focus, supportif , klarifikasi, sabar dan ikhlas dan lain-lain. Hambatan berkomunkasi dengan lansia ada agresif, non-asertif dan sebagainya. Teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan : kenali segera reaksi penolakan klien, orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri, libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia: menunjukkan rasa hormat hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien, pertahankan kontak mata dengan pasien dan lainnya.




B.     Saran
1.      Bagi perawat harus memahami tentang aplikasi terapeutik pada lansia agar pemeriksaan pasien lansia di rumah sakit berjalan dengan lancar.
2.      Komunikasi pada lansia baiknya dilakukan secara bertahap supaya mudah dalam pemahamannya.
3.      Lansia merupakan kelompok yang sensitive dalam perasaannya oleh sebab itu, saat komunikasi harus berhati-hati agar tidak menyinggung perasaannya.

















DAFTAR PUSTAKA


Adelman, R.D., Greene, M.G., Ory, M.G. 2000. Communication between older patients and their physicians. Clin Geriatr Med ;16:1–24

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 1. Jakarta : EGC

Keliat, Anna. 1996. Hubungan Terapeutik. Jakarta : EGC.
Potter and Perry. 2005. Fundamental Keperawatan Volume 1. Jakarta : EGC.

Setyohadi. I. Alwi., M. Simadibrata.,S. Setiati (editor): Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid       III, edisi IV, hal. 1425 - 1430. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam     Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Majerovitz, S.D., Greene, M.G., Adelman, R.D., Rizzo, C. 1994. The effects of the
presence of a third person on the physician-older patient medical interview. J Am
Geriatr Soc;42:413–9

Stewart, M., Meredith, L., Brown, J.B., Galajda. J. 2000. The influence of older patientphysician communication on health and health-related outcomes. Clin Geriatr Med ; 16(1) : 25-36

William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the
physician-older patient relationship: effective communication with vulnerable older patients. Clin Interv Aging 2(3) : 453-67


Widjaja. 2000. Ilmu Komunikasi. Jakarta : Rineka Cipta.
Anomin. 2004. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar