BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15%
penyulit kehamilan dan merupakan satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas
dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbidotas hipertensi
dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh
etiologi tidak jelas , juga oleh perawatan dalam persalina masih ditangani oleh
petugas nonmedik dan system rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan
tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh
semua tenaga medic baik pusat maupun daerah.
Apapun
yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada
janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung
dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi,
metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat
melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah
(suntikan intravena). Hipertensi dalam
kehamilan dapat dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan
tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh
semua tenaga medis baik pusat maupun daerah.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
yang dimaksud dengan hipertensi pada kehamilan
2.
Studi
kasus penanganan hipertensi preeklamsi
3.
Apa
jenis obat antihipertensi yang aman bagi
ibu hamil
4.
Pengobatan
hipertensi pada kehamilan
5. Daftar obat-obat antihipertensi dan diuretik yang aman dan berbahaya
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui
pengertian Hipertensi Pada Kehamilan
2.
Mengetahui
penanganan Hipertensi Preeklamsi
3.
Mengetahui
jenis-jenis Hipertensi Pada Kehamilan
4.
Mengetahui
Pengobatan Hipertensi Pada Ibu Hamil
5.
Mengetahui
daftar obat antihipertensi dan diuretik aman dan berbahaya
BAB II
TINJAUAN TEORI
A.
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
1.
Pengertian hipertensi pada kehamilan
Penyakit darah tinggi atau
Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan
angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur
tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun
alat Referensi lain megatakan bahwa
hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolic ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran
tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali selang empat jam. Kenaikan
tekanan darah sistolik ≤30 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak
dipakai lagi.
Dari kedua pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan penderita hipertensi apabila tekanan
darah sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama
atau lebih tinggi dari 90 mmHg. Resiko hipertensi semakin meningkat pada usia
50-an keatas, hampir 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya
sebenarnya, sebagian besar hipertensi tidak memberikan gejala ( asistomatis
)Hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala dan tanda. Hal inilah mengapa
sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.
Klasifikasi
|
Sistol (mmHg)
|
Diastole (mmHg)
|
Normal
|
<120
|
<80
|
Prehipertensi
|
120-139
|
80-90
|
Hipertensi Tingkat 1
|
140-159
|
90-100
|
Hipertensi Tingkat 2
|
>160
|
>100
|
2.
Studi kasus Hipertensi Preeklamsi
Ny. artalita 37btahun hamil 7
bulan,di diagnosis dokter menderita preeklamsia (TD 160/90) ,untuk menurunkan
tekanan darahnya di terapi dengan nifedipin.
Pembahasan :
pada kasus di atas, ny artalita mempunyai
tekanan darah 160 / 90 yang masuk dalam kategori hipertensi tahap 2,Ny.
Artalita hamil 7 bulan dan menderita preeklamsia yang disebabkan oleh
hipertensinya tersebut sehingga pengobatannya harus diperhatikan karena dapat
mempengaruhi janin yang dikandungnya. Beberapa obat dapat memberi resiko bagi
kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga . selama trimester
pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir ( teratogenesis ), dan resiko
terbesar adalah pada kehamilan 3 sampai 8 minggu. Selama trimester ke dua dan
ke tiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional
pada janin atau dapat meracuni placenta. Terapi yang didapat Ny. Artalita
berupa pemberian nifedipin. Menurut kami terapi tersebut tidak tepat karena
pemakaian obat- obat golongan antagonis kalsium seperti verapamil , nifedipin ,
dan diltiazem selama kehamilan ternyata menunjukkan kecenderungan yang besar
terjadinya hipotensi pada maternal dan menyebabkan terjadinya hipoksia fetal.
Nifedipin dapat dipakai sebagai terapi
hipertensi untuk Ny. Artalita jika digunakan bersamaan dengan mg SO4 untuk
mengatasi preeklampsianya (sebagai anti kejang ) . Namun dosis terapinya harus
diperhatikan karena dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan hipotensi yang
lebih parah. Untuk pilihan terapi sebaiknya digunakan metildopa sebagai drug of choice , lalu dapat dipilih juga
hidrolazin dan labetalol.
3. Jenis-jenis
hipertensi kehamilan a.
hipertentensi kronis
Jika tekanan darah selama kehamilan
tetapi sebelum20 minggu atau berlangsung lebih dari 12 minggu setelah
melahirkan,hal ini dikenal sebagai hipertensi kronis.
b. hipertensi Gestasional.
Jika TD
tinggi berkembang setelah 20 minggu kehamilan,ini di namakan hipertensi gestasional.hiprtensi
gestasional biasanya hilang setelah kehamilan.
c.
Preeklamsi.
Kadang hipertensi
kronis atau hipertensi k hamilan menunjukkan preeklamsi,suatu kondisi serius yg
d tandai dengan TD tinggi dan protein dalam urine setelah 20 minggu
kehamilan.Jika tidak di obati,preeklamsi dpt menyebabkan masalah serius bahkan
fatal-komplikasi bagi ibu dan bayi.
4. Penyebab
dan Dampak Hipertensi pada Kehamilan
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum
diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya
hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori gizi dan lain-lain.
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.
B.
OBAT ANTIHIPERTENSI YANG AMAN BAGI
IBU HAMIL
1.
α-Metildopa
Metildopa merupakan obat pilihan
utama untuk hipertensi kronik pada
kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan
aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Obat ini termasuk golongan
α2-agonis sentral yang mempunyai mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor
α2-adrenergik di otak. Stimulasi ini akan mengurangi aliran simpatik dari pusat
vasomotor di otak. Pengurangan aktivitas simpatik dengan perubahan parasimpatik
akan menurunkan denyut jantung, cardiac output, resistensi perifer, aktivitas
renin plasma, dan refleks baroreseptor. Metildopa aman bagi ibu dan anak,
dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek
samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Metildopa memiliki faktor
resiko B pada kehamilan.
Metildopa
Nama
Dagang : Dopamet (Alpharma) tablet salut selaput 250 mg, Medopa
(Armoxindo) tablet salut selaput 250
mg, Tensipas (Kalbe Farma) tablet salut selaput 125 mg, 250 mg, Hyperpax (Soho)
tablet salut selaput 100 mg
Indikasi
: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak diperlukan
efek segera.
Kontraindikasi
: Depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria, dan
hipersensitifitas.
Efek
samping : mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan,
kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus,
parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung tersumbat.
Peringatan
: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal,
disarankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat
depresi.
Dosis
dan aturan pakai : oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal
4g/hari, infus intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.
2.
Labetalol
Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Melalui penggunaan labetalol, tekanan darah dapat diturunkan dengan pengurangan tahanan sistemik vaskular tanpa perubahan curah jantung maupun frekuensi jantung yang nyata sehingga hipotensi yang terjadi kurang disertai efek takikardia. Selain itu, labetalol juga dapat melakukan blokade terhadap efek takikardia neonates yang disebabkan oleh terapi beta bloker pada ibu . Sehingga labetalol dapat dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan pada kehamilan.
Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Melalui penggunaan labetalol, tekanan darah dapat diturunkan dengan pengurangan tahanan sistemik vaskular tanpa perubahan curah jantung maupun frekuensi jantung yang nyata sehingga hipotensi yang terjadi kurang disertai efek takikardia. Selain itu, labetalol juga dapat melakukan blokade terhadap efek takikardia neonates yang disebabkan oleh terapi beta bloker pada ibu . Sehingga labetalol dapat dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan pada kehamilan.
Pemberian
labetalol dapat secara oral maupun injeksi bolus intravena. Dosis oral harian
labetalol berkisar dari 200-2400 mg/hari dengan dosis awal 2 x 100 mg. Dosis
pemeliharaan biasanya 2 x 200-400 mg/hari. Akan tetapi pada pasien dengan
hipertensi gawat, dosis dapat mencapai 1,2 hingga 2,4 gram/hari.
Labetalol
sebagai suntikan bolus intravena secara berulang-ulang 20-80 mg untuk mengobati
hipertensi gawat. Mabie, dkk (1987) memberikan labetalol 10 mg IV sebagai dosis
awal. Apabila tekanan darah tidak berkurang dalam waktu 10 menit, pasien diberi
20 mg. Dalam 10 menit berikutnya adalah 40 mg yang diikuti 40 mg dan kemudian
80 mg apabila belum tercapai respon yang bermanfaat. Sedangkan The Working
Group (2000)merekomendasikan bolus 20 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tidak
efektif dalam 10 menit, dosis dilanjutkan dengan 40 mg, kemudian 80 mg setiap
10 menit, hingga dosis total sebanyak 220 mg.
Efek samping yang sering timbul adalah kelelahan, lemah, sakit kepala, diare, edema, mata kering, gatal pada kulit kepala dan seluruh tubuh serta susah tidur. Hipotensi postural juga dapat terjadi akan tetapi sangat jarang.
Efek samping yang sering timbul adalah kelelahan, lemah, sakit kepala, diare, edema, mata kering, gatal pada kulit kepala dan seluruh tubuh serta susah tidur. Hipotensi postural juga dapat terjadi akan tetapi sangat jarang.
C. PENGOBATAN
HIPERTENSI PADA IBU HAMIL
Banyak sekali
tipe obat berbeda yang dapat digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi
(hipertensi) yang disebut dengan antihypertensive medicines (obat-obat anti
hipertensi). Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi tekanan darah dan
mengembalikannya pada ukuran normal dengan obat-obat yang mudah di konsumsi,
tersedia, jumlahnya sedikit mungkin, jika memungkinkan tanpa ada efek samping.
Tujuan pengobatan tersebut hampir selalu tercapai pada pengobatan hipertensi.
Jika tekanan darah tinggi hanya bisa di kendalikan dengan obat-obatan medis,
maka perlu mengkonsumsi obat-obatan itu untuk sisa hidup.
Apapun
yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada
janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung
dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi,
metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat).
Penyerapan
obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh
darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena
lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon
progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan
progesteron mengganggu aktivitas enzim dalam hati sehingga berpengaruh dalam
metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Untuk mengetahui
bagaimana mekanisme pengobatan hipertensi kehamilan maka perlu diketahui
mekanisme pengobatan hipertensi secara umum, sebab pengobatan hipertensi secara
umum tidak jauh beda dengan pengobata hipertensi pada kehamilan, tapi pada
absorpsi obat dan dampak pengobatan dan hipertensi itu sendiri pada
janinnya.
Jenis-jenis obat anti hipertensi
(tekanan darah tinggi)
1.
Metyldopa
Merupakan obat paling banyak digunakan
pada HDK sebab relatif murah dan aman. Obatini merupakan pilihan untuk
hipertensi kronik dalam kehamilan. Pada hipertensi berat dapat dikombinasi
dengan obat lain
Untuk
terapi jangka panjang methyldopa masih menjadi pilihan utama karena aman untuk neonatus dan bayi. Anak-anak dari ibu
yang ikut penelitian dan diikuti selama 7 tahun tidak ada perbedaan antara anak
dari ibu yang mendapat terapi metyldopa dengan kontrol dalam hal fisik , mental, perilaku, penglihatan,
pendengaran maupun kemampuan intelektual.
Obat ini bekerja sebagai antagonis alfa
adenoreseptor di batang otak, sehinggamenurunkan sinyal saraf simpatis dan
menyebabkan tahanan vaskuler sistemik menurun dengan hasil akhir penurunan tekanan darah
tanpa perubahan fisiologis kerja jantung yang signifikan
2. Calsium chanel Blocker ( Kalsium
antagonis)
Beberapa laporan menunjukkan bahwa obat
ini mengontrol tekanan darah dengan caramirip hydralazaine. Biasanya
ditoleransi dengan baik, walaupun pada beberapa penderita dapat timbul efek samping seperti sakit
kepala, muka merah dan berdebar-debar. Hanya sedikitinformasi dalam hal efek
Nifedipine pada hemodinamik uteroplacenta tetapi data yang tersedia memberi
kesan bahwa tidak ada efek merugikan yang berarti.
Kalsium antagonis adalah vasodilator
poten , efektif dan cepat baik pada pemberianoral ataupun intravena. Cara
kerjanya adalah menghambat ion kalsium pada calsium channel tipeL oleh karena
itu obat ini mempunyai kerja sinergistik dengan MgSO4.Hal ini dapat menerangkan
kasus-kasus hipotensi berat pada kehamilan yang diterapi Nifedipine dan MgSO4.
3.
Hydralazine
Merupakan vasodilator perifer yang
bekerja pada otot polos anterial sehinggamenurunkan resistensi vaskuler.Salah
satu kemungkinan mekanisme kerjanya adalah samadengan obat nitrat organik yaitu
dengan melepaskan nitrogen oksida (NO), yang mengaktifkan guanilat siklase dengan haisl akhir
defosforilasi berbagai protein termasuk protein kontraktil ototpolos.
Dahulu obat ini merupakan obat yang
paling sering digunakan di Amerika Serikat, untuk terapi
hipertensi berat mendekati persalinan atau periode peripartum.
Tetapi saat ini mulai ditinggalkan
karena efek samping yang ditimbulkan efek merugikan darihydralisine pada
pemberian peranteral adalah sakit kepala, palpitasi, mual muntah, bahkan hipertensi kira-kira 50% pada wanita
hamil.
Gawat janin setelah pemberian
hydralisine paranteral telah dilaporkan jika tekanan darahditurunkan dari rata
diatas 110 mmHg kebatas terapi antara 70-90 mmHg.
4.
Labetalol
Pemakaian labetalol bertujuan untuk
mendapatkan penurunan tekanan darah dengancepat. Penggunaan parenteral telah
diakui dapat menurunkan tekanan darah yang lebih dapatdiandalkan daripada
hydralazine. Data terakhir menunjukkan pemakaian intravena tidak dianjurkan
karena dapat menimbulkan bradikardi,
hipoglikemi dan hipotensi pada ibu hamil. Demikian juga pemakaian jangka lama
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
Obat ini bekerja dengan memblokir
reseptor α dan β. Penurunan resistensi vaskuler perifer terjadikarena
penghambatan adrenoreseptor alfa 1 sedangkan penghambatan β
menghasilkanpenurunan “heart rate”.
Meskipun adanya efek samping dan
pengalaman dengan labetalol masih sedikit, obat ini masihsebagai pilihan yang
pantas untuk hipertensi akut selama kehamilan.
5.
Sodium Nitroprusside
Merupakan salah satu preparat oksida
nitrat yang digunakan pada terapi HDK. Obat ini bekerja
melepas gugus nitroso pada molekul sodium nitroprusside, menjadi NO sewaktu
kontak dengan eritrosit. NO mengaktifkan
enzim guanilat siklase pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan dilatasi arterial dan venula.Obat ini di
metabolisme menjadi sianida dan tiosinat yang dapatmelewati placenta sehingga
potensial dapat meracuni janin.
Pada penelitian dengan domba setelah
pemberian rata-rata 25 mg/ kg BB/menit didapatkan kadar sianida dalam
darah janin dan terjadi kematian janin sedangkan pada kelompok lainnya yang menerima kurang dari 1 mg/kg BB/menit
tidak menunjukkan efek yang merugikan.
Dengan pertimbangan tersebut sodium
nitroprusside masih tetap digunakan sebagai usaha terakhir
untuk pengobatan pada situasi gawat kehamilan yang tidak berespons dengan
terapi lainnya.
6.
Diuretik
Dapat digunakan pada keadaan tertentu,
penggunaannya merugikan janin karena efek samping
yang ditimbulkannya berupa gangguan elektrolit, hipoglikemia dan
trombositopenia.
Furosemida mempunyai sifat farmakologis
yang menghambat reabsorbsi Na dan Cl di ginjal( loop of Henle) sehingga
memerlukan volume intravaskuler.
Pemakaian ini bermanfaat dalam manajemen
pre eklampsia dan eklampsia dalam kondisi khusus seperti
edema paru, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal dan kelebihan cairan
iatrogenik.
7.
Klonidine
Obat ini bekerja dengan merangsang
reseptor post synaptic α 2 sympatis. Klonidine mengurangi
tekanan arteri secara bermakna tanpa diikuti retensi cairan, hipotensi
orthostatis atau bronchospasme.
Klonidine mengurangi tahanan perifer dan cardiac output.
Walaupun pemakaiannya cukup aman dan
efektif pada HDK tetapi beberapa senter tidak menyukai
karena efek sampingnya. Efek samping ini berupa letih, mulut kering dan rebound hypertension phenomena.
Dosis yang diberikan 0,1-0,3 mg / hari
dibagi dalam dua dosis. Pemberian intravena sudah dapat memberikan efek dalam 20 menit dan dapat
dipertahankan selama 6-12 jam.
8.
Ketanserin
Makin meningkatnya pemahaman tentang
patofisiologi dari preeklampsia yang etiopatogenesisnya
belum jelas maka diupayakan serta dikembangkan obat anti hipertensi yang rasional untuk pengobatan penyakit
tersebut. Salah satu teori HDK tentang preeklampsia adalah disfungsi endotel, peningkatan agregasi platelet dan
hiperserotonin.
Stimulasi reseptor S2diotot polos
vaskuler dan platelet oleh serotonin dapat menyebabkan vasokontriksi ,agregasi platelet dan peningkatan efek agen
vasokonstriktor lainnya seperti katekolamin dan angiotensinII. Dengan demikian pemberian ketanserin
yang memblokir reseptor S2 akan menghambat vasokontriksi
dan agregasi platelet.
Penelitian membuktikan ketanserin
efektif untuk mengendalikan hipertesi post partum ataupun
peripartum. Dibandingkan hidralazine ketanserin menunjukkan efek hemodinamik
lebih baik, menurunkan
insidens solutio plasenta dan sindroma HELLP disamping efek merugikan terhadap ibu dan janin lebih sedikit.
Secara farmakokinetik ketanserin
menimbulkan efek hipotensi yang gradual, sangat cepat diabsorbsi pada salauran
cerna dan kadar puncak dalam plasma tercapai dalam ½- 2 jam. Bioavaibilitas oral kira kira 50 %,waktu
paruh 12-25 jam serta terutama dimetabolisme dihati. Dosis yang dapat diberikan 40-80 mg
dalam dosis terbagi.
Prinsip
pengobatan Hipertensi
Mengurangi
besarnya desakan isi pembuluh terhadap dinding arteri dengan cara :
a. mengurangi besarnya isi volume darah
b. membuat pembuluh darah lebih rileks,
tidak spasme/kejang
c. melebarkan pembuluh darah.
Akibat
yang ditimbulkan oleh hipertensi
a.
hipertropi otot jantung akibat dari hiperfungsi
b. penebalan dinding pembuluh darah,
(arteriosklerosis) karena usaha menahan naiknya tekanan pada dinding pembuluh.
Meningkatnya
fragilitas pembuluh darah, sehingga rentang terjadi rupture dan perdarahan pada otak maupun organ
lain.
Uraian
diatas merupakan jenis obat yang digunakan pada pengidap hipertensi secara
umum, namun tidak semua dari jenis obat diatas dapat digunakan pada ibu hamil,
karena memikirkan keadaan janin yang dikandung.
D. DAFTAR
OBAT YANG AMAN DAN BERBAHAYA BAGI KEHAMILAN
Diuretik (Peluruh Kencing)
Acetazolamide Dazamide, Diamox Approved C L2 Bendroflumethiazide
Naturetin Approved D L4
(may inhibit lactation)
Chlorothiazide Hydrodiuril
Approved D L3
Chlorthalidone Hygroton
Approved D L3
Hydrochlorothiazide (HCT)
Hydrodiuril, Esidrix, Oretic Approved D L2
Spironolactone Aldactone
Approved D L2
Anti Hipertensi
Captopril
Capoten Approved D L3
(if
used after 30 days)
Hydralazine
Apresoline Approved C L2
Labetalol
Trandate, Normodyne
Approved C L2
Methyldopa
Aldomet Approved C L2
Metoprolol
Toprol XL, Lopressor Approved B L3
Minoxidil
Loniten, Minodyl, Rogaine Approved C L2 (topically) L3(orally)
Nadolol
Corgard, Nadolol Approved C L4
Nifedipine
Adalat, Procardia Approved C L2
Propranolol
Inderol
Approved C L2
Sotalol
Betapace
Approved B L3
Timolol
Blocadren
Approved C L2
Verapamil
Calan, Isoptin, Covera-HS Approved C L2
CATATAN:
LactationRiskCategories
PregnancyRiskCategories
1. L1 (safest) A
(controlled studies show no risk)
2. L2 (safer) B (no
evidence of risk in humans)
3. L3 (moderately safe) C (risk cannot be ruled
out)
4. L4 (possibly hazardous) D (positive evidence of risk)
5. L5 (contraindicated) X (contraindicated in
pregnancy)
E.
PENATALAKSANAAN
HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
Secara umum tujuan tata laksana Hipertendi Dalam Kehamilan (HDK)
dengan atau tanpa proteinuria adalah sama, yaitu untuk
melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler dan melanjutkan
kehamilannya sampai persalinan yang aman.
Tata laksana ini meliputi pengelolaan
secara umum dan khusus baik onservatif maupun dengan terminasi kehamilan .
Pembahasan tata laksana disini akan lebihmenekankan masalah tekanan darah,
tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah
satu-satunya masalah yang dihadapai pada HDK.
1.
Tata Laksana Umum
Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik yang cermat,pengamatan medis yang ketat , persalinan yang
tepat waktunya menjadi yang penting pada pengelolaan HDK.
Umumnya pemeriksaan yang perlu dilakukan
adalah hitung darah tepi lengkap, trombosit,elektrolit serum, asam urat, fungsi
ginjal dan hati, hemotokrit dan penilaian dengan ultrasonografi, ECG, dan
foto Thoraks.
Sekali diagnosis dibuat pengelolaan
berikutnya harus berdasarkanpada evaluasi awal dari ibu dan janin, keputusan
kemudian dibuat dengan perlu tidaknya masukrumah sakit, penanganan yang
diharapkan atau persalinan dengan memperhitungkan faktor-faktor beratnya
proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta lamanya kehamilan.
Semua wanita hamil dengan atau tanpa
hipertensi harus dianjurkan melakukan latihanisotonik, cukup istirahat,
meniadakan konsumsi garam berlebihan menghindari kafein, merokok,alkohol dan
diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.
a. Indikasi
Rawat Jalan
Dilakukan
pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi HDK, kondisi
ini termasuk tekanan darah yang tidak
stabil, kenaikan berat badan > 2 kg/minggu, edema padamuka dan jari.
Penderita
diharuskan melakukan pemeriksaan setiap minggu dengan pemantauan terhadap
tekanan darah , gejala klinis, laboratorium ( trombosit, protein, asamurat) dan
bila perlu pemeriksaan USG. Dalam kondisi ini dianjurkan untuk membatasi
aktivitasdi rumah dan tirah baring.
b. Indikasi
Masuk Rumah Sakit
Dianjurkan
untuk perawatan dirumah sakit jika pada kehamilan didapatkan hal-hal
sebagaiberikut : Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau diastolik >
90 mmHg, dengan gejala klinisproteinuria, trombosit < 100.000, USG
menunjukkan aligohidroamunian atau gerakan janinyang in adequat. Setelah masuk
rumah sakit dibuat keputusan apakah dilakukan terapi konservatif atau
mengakhiri kehamilan.
c. Indikasi
Konservatif di rumah Sakit
Terapi
konservatif dilakukan bila :Tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg,
diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1gr/hari), trombosit > 100.000 ,
keadaan janin baik (USG, Stress test) Faktor yang sangat menentukan terapi
konservatif adalah umur kehamilan. Jika HDK disertai proteinuria berat dan
kehamilan > 36 minggu maka terminasi kehamilan perlu dilakukan.
Apabila
kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan
darah stabil < 150mmHg dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2,
keadaan janin dan ketuban normal,trombosit > 100.000
d. Indikasi
Terminasi Kehamilan
Bila
selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan
terminasi kehamilan. Dari Sudut Ibu:
1) Sakit
kepala hebat
2) Gangguan penglihatan
3) Tekanan
darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg- Oliguria <
400 ml/ 24 jam
4) Fungsi
hepar dan ginjal menurun
5) Nyeri
epigartium berat, mual, muntah
6) Suspek
abruptio placenta
7) Edema
paru dan sianosis
8)
Kejang dan tanda-tanda perdarahan
intracerebral pada eklampsia
Dari
Sudut Janin
1)
Pergerakan janin
menurun
2)
Olygohidro amnion
2.
Pengobatan Medikamentosa
Keuntungan pemakaian obat-obatan bagi
ibu dengan HDK tidak dipertanyakan lagi.Dari sudut kepentingan janin banyak
pertanyaan yang tidak terjawab secara percobaan klinik.Walaupun diakui bahwa
dengan penurunan tekanan darah akan mencegah dan menurunkanangka morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin serta komplikasi kardiovaskuler, namun pilihan
obatyang optimal masih harus ditentukan.Kapan wanita dengan HDK menggunakan
obat-obat hipertensi masih ada perbedaan pendapat, namun tujuan dalam
menurunkan tekanan darah telah disepakati dianggap optimal bilasistolik <
140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg
SegeraBila
tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala
klinis. Setelah observasi 1-2 jam bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg
dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.
Setelah
observasi 24-48 jam
a. Bila
tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg sebelumkehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
b.
Bila tekanan darah sistolik > 139
mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita hamil
dengan gejala
klinis:
1) Proteinuria
2) Disertai
penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal)
3) Super
imposed hypertension
c. Bila
tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHgDalam
konsensus yang lain.
d. Bila
tekanan sistolik > 160-180 mmHg- Bila tekanan diastolik > 100-110 mmHg.
e. Terapi
farmakologis bertujuan mempertahankan tekanan sistolik 140-160 mmHg
dandiastolik 90-100 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (TAR) < 125 mmHg,
tidak lebihrendah dari 105 mmHg.
f. Penurunan
tekanan darah mendadak dibawah 140/80 mmHg harus dihindarkan.
Pada
HDK dalam kondisi Non severe hypertention di rekomendasikan:
Tujuan
Terapi tekanan diastolik 80-90 mmHg
Pilihan
pertama adalah : Methyldopa
Diberikan
dalam dosis peroral 2-3 kali 250 mg, hingga mencapai tekanan darah optimal
Pilihan
kedua adalah :
a. Labetalol
Dosis awal peroral 2 x 100 mg 1 hari, dosis dapat dinaikkan setiap minggu
tergantung respon.Dosis pemulihan 200-400 mg 2 x sehari
b. NifedipineDosis
awal 10 mg 2 x sehari, dosis pemeliharaan 10-20 mg dua kali sehari
Keadaan
khusus ( kardiovaskuler, gagal ginjal): Diuretik
Obat
dihindari :
a. ACE
Inhibitor
b. Angiotensin
II reseptor antagonist
Pengelolaan
pada HDK dengan “ Acute Severe Hypertension”
A.
Antihipertensi
1.
Kalsium Antagonis ( Nifedipine oral )
a. Dosis
awal 5-10 mg tiga kali/ hari- Keadaan akut dimulai dengan dosis 10 mg dapat
diulang 30-60 menit
b. Bila
perlu dapat diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimal 120 mg/ hari
c. Efek
akan tampak 10-15 menit dengan efek puncak 4-5 jam
d. Efek
samping biasanya : tacikardi, sakit kepala , flushing
e. Dosis
lebih rendah dipertimbangkan bila digunakan bersamaan dengan MgSO4.
2.
Hydralazine
a. Intravena,
dosis diawali 5 mg. Intramuskuler 10 mg dengan dosis maksimal 20 mg IVatau 30
mg IM
b. Dapat
diulang 15-30 menit bila perlu
3.
Labetolol
a. Intravena
dimulai 10-20 mg
b. Dapat
diulang 15-20 menit
c. Dosis
maksimal 200-400 mg
d. Kontra
indikasi : AV block, ashma bronchiale
4.
Sodium Nitroprusside
a. Intravena,
infus dosis dimulai dengan 0,25 ug / kg BB / menit
b. Dosis
maksimal 5 ug / kg BB / menit
B.
Anti Konvulsan
Wanita dengan pre eklampsia atau
eklampsia mempunyai risiko untuk kejang. Para penulis di Amerika Serikat telah
menganjurkan bahwa Magnesium Sulfat (MgSO4) dapat diberikan profilaksis.
Sebaliknya para penulis di negara lain memutuskan bahwa pencegahan yang adequat
adalah menurunkan tekanan darah. Lebih jauh hasil penelitian dengan skala besar
akhir-akhir ini MgSO4 lebih superior dibanding phenitoindan diazepam untuk
pencegahan dan terapi kejang yang berulang pada wanita dengan eklampsia.
Dosis MgSO4 yang digunakan adalah dosis
awal 4 gr iv selama 3-20 menit, disusul 1 gr IMterbagi pada bokong kanan dan
kiri, disusul dosis ulangan 5 gram IM tiap 6 jam hingga 24 jam pasca
persalianan atau 24 jam bebas kejang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Jadi, setelah melakukan diskusi dan mencari buku sumber
literatur yang dapat dipercaya, Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan
di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang
berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Penyebab
hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan
tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori yang
dianggap mutlak dikatakan benar seperti teori genetik dan adaptasi
kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan lain-lain.
Tujuan pengobatan
adalah untuk mengurangi tekanan darah dan mengembalikannya pada ukuran normal
dengan obat-obat yang mudah di konsumsi, tersedia, jumlahnya sedikit mungkin,
jika memungkinkan tanpa ada efek samping.
Metildopa
merupakan obat pilihan utama untuk hipertensi kronik parah pada kehamilan
(tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan aliran darah
uteroplasenta dan hemodinamik janin. Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan
dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek samping pada
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Labetalol
merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja penghambat beta
lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Sehingga labetalol dapat dikatakan
sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan pada kehamilan.
B.
SARAN
Pengobatan tekanan darah tinggi
dimulai dengan perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan tekanan
darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Jika perubahan-perubahan
itu tidak memberikan hasil, mungkin anda perlu mengkonsumsi obat-obat untuk
penderita darah tinggi, tentu saja dengan berkonsultasi dengan dokter. Bahkan
jika anda harus mengkonsumsi obat-obatan, alangkah baiknya disertai dengan
perubahan gaya hidup yang dapat membantu anda mengurangi jumlah atau dosis
obat-obatan yang anda konsumsi.
Pada Ibu
hamil sebaiknya sering melakukan ANC untuk mengetahui kondisi janin maupun
perkembangannya agar segala hal yang mengarah patologis dapat diantipasi
segera.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2007. Penggolongan Obat Farmakoterapi. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Fagan,
S. C., and Hess, D. C., dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Matzke, B.
R., Wells, B. G., dan Posey, M. L. 2005. Pharmacotherapy a Pathophysiologic
Approach, 3rd edition. USA: Appleton and Lange Stampord
Conecticut.
Mansjoer, Kuspuji. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
Ketiga: Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Nugroho,Agung
Endro. 2012. Farmakologi Obat-Obat
Penting Dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi Dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga : Cetakan
Ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar