Selasa, 28 Maret 2017

MAKALAH FARMAKOLOGI ANTIHIPERTENSI TERHADAP KEHAMILAN

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
 Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbidotas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas , juga oleh perawatan dalam persalina masih ditangani oleh petugas nonmedik dan system rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh semua tenaga medic baik pusat maupun daerah.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat). Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena).  Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh setiap lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus banar-benar dipahami oleh semua tenaga medis baik pusat maupun daerah.











B.  RUMUSAN MASALAH
1.                  Apa yang dimaksud dengan hipertensi pada kehamilan
2.                  Studi kasus penanganan hipertensi preeklamsi
3.                  Apa jenis obat antihipertensi yang  aman bagi ibu hamil
4.                  Pengobatan hipertensi pada kehamilan                                                                                                                 5.         Daftar obat-obat antihipertensi dan diuretik  yang aman dan berbahaya

C.    TUJUAN
1.                  Mengetahui pengertian Hipertensi Pada Kehamilan
2.                  Mengetahui penanganan Hipertensi Preeklamsi
3.                  Mengetahui jenis-jenis Hipertensi Pada Kehamilan
4.                  Mengetahui Pengobatan Hipertensi Pada Ibu Hamil
5.                  Mengetahui daftar obat antihipertensi dan diuretik aman dan berbahaya




















BAB II
TINJAUAN TEORI

A.   HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
1.      Pengertian hipertensi pada kehamilan
              Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat     Referensi lain megatakan bahwa hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolic ≥ 140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya dilakukan dua kali selang empat jam. Kenaikan tekanan darah sistolik ≤30 mmHg sebagai parameter hipertensi sudah tidak dipakai lagi.
             Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang bisa dikatakan penderita hipertensi apabila tekanan darah sistolik sama atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik sama atau lebih tinggi dari 90 mmHg. Resiko hipertensi semakin meningkat pada usia 50-an keatas, hampir 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya sebenarnya, sebagian besar hipertensi tidak memberikan gejala ( asistomatis )Hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala dan tanda. Hal inilah mengapa sangat penting untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin.

Klasifikasi
Sistol (mmHg)
Diastole (mmHg)
Normal
<120
<80
Prehipertensi
120-139
80-90
Hipertensi Tingkat 1
140-159
90-100
Hipertensi Tingkat 2
>160
>100


2.      Studi kasus Hipertensi Preeklamsi
           Ny. artalita 37btahun hamil 7 bulan,di diagnosis dokter menderita preeklamsia (TD 160/90) ,untuk menurunkan tekanan darahnya di terapi dengan nifedipin.
 Pembahasan :
 pada kasus di atas, ny artalita mempunyai tekanan darah 160 / 90 yang masuk dalam kategori hipertensi tahap 2,Ny. Artalita hamil 7 bulan dan menderita preeklamsia yang disebabkan oleh hipertensinya tersebut sehingga pengobatannya harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi janin yang dikandungnya. Beberapa obat dapat memberi resiko bagi kesehatan ibu, dan dapat memberi efek pada janin juga . selama trimester pertama, obat dapat menyebabkan cacat lahir ( teratogenesis ), dan resiko terbesar adalah pada kehamilan 3 sampai 8 minggu. Selama trimester ke dua dan ke tiga, obat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan secara fungsional pada janin atau dapat meracuni placenta. Terapi yang didapat Ny. Artalita berupa pemberian nifedipin. Menurut kami terapi tersebut tidak tepat karena pemakaian obat- obat golongan antagonis kalsium seperti verapamil , nifedipin , dan diltiazem selama kehamilan ternyata menunjukkan kecenderungan yang besar terjadinya hipotensi pada maternal dan menyebabkan terjadinya hipoksia fetal. Nifedipin dapat dipakai  sebagai terapi hipertensi untuk Ny. Artalita jika digunakan bersamaan dengan mg SO4 untuk mengatasi preeklampsianya (sebagai anti kejang ) . Namun dosis terapinya harus diperhatikan karena dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan hipotensi yang lebih parah. Untuk pilihan terapi sebaiknya digunakan metildopa sebagai drug of choice , lalu dapat dipilih juga hidrolazin dan labetalol.

3.      Jenis-jenis hipertensi kehamilan                                                                                                                                                           a. hipertentensi kronis
Jika tekanan darah selama kehamilan tetapi sebelum20 minggu atau berlangsung lebih dari 12 minggu setelah melahirkan,hal ini dikenal sebagai hipertensi kronis.

b. hipertensi Gestasional.                                                                                                                                        Jika TD tinggi berkembang setelah 20 minggu kehamilan,ini di namakan hipertensi gestasional.hiprtensi gestasional biasanya hilang setelah kehamilan.
c.  Preeklamsi.                                                                                                                                    Kadang hipertensi kronis atau hipertensi k hamilan menunjukkan preeklamsi,suatu kondisi serius yg d tandai dengan TD tinggi dan protein dalam urine setelah 20 minggu kehamilan.Jika tidak di obati,preeklamsi dpt menyebabkan masalah serius bahkan fatal-komplikasi bagi ibu dan bayi.

4.      Penyebab dan Dampak Hipertensi pada Kehamilan
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori gizi dan lain-lain.
Penggunaan obat-obatan seperti golongan kortikosteroid (cortison) dan beberapa obat hormon, termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang. Merokok juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi dikarenakan tembakau yang berisi nikotin. Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.

B.   OBAT ANTIHIPERTENSI YANG AMAN BAGI IBU HAMIL
1.      α-Metildopa
           Metildopa merupakan obat pilihan utama untuk hipertensi kronik  pada kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Obat ini termasuk golongan α2-agonis sentral yang mempunyai mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α2-adrenergik di otak. Stimulasi ini akan mengurangi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak. Pengurangan aktivitas simpatik dengan perubahan parasimpatik akan menurunkan denyut jantung, cardiac output, resistensi perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks baroreseptor. Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Metildopa memiliki faktor resiko B pada kehamilan.

Metildopa
Nama Dagang : Dopamet (Alpharma) tablet salut selaput 250 mg, Medopa (Armoxindo)     tablet salut selaput 250 mg, Tensipas (Kalbe Farma) tablet salut selaput 125 mg, 250 mg, Hyperpax (Soho) tablet salut selaput 100 mg
Indikasi : Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek segera.
Kontraindikasi : Depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria, dan hipersensitifitas.
Efek samping : mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan, kerusakan hati, anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit, dan hidung tersumbat.
Peringatan : mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal, disarankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat depresi.
Dosis dan aturan pakai : oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal 4g/hari, infus intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.

2.      Labetalol
           Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Melalui penggunaan labetalol, tekanan darah dapat diturunkan dengan pengurangan tahanan sistemik vaskular tanpa perubahan curah jantung maupun frekuensi jantung yang nyata sehingga hipotensi yang terjadi kurang disertai efek takikardia. Selain itu, labetalol juga dapat melakukan blokade terhadap efek takikardia neonates yang disebabkan oleh terapi beta bloker pada ibu . Sehingga labetalol dapat dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan pada kehamilan.
Pemberian labetalol dapat secara oral maupun injeksi bolus intravena. Dosis oral harian labetalol berkisar dari 200-2400 mg/hari dengan dosis awal 2 x 100 mg. Dosis pemeliharaan biasanya 2 x 200-400 mg/hari. Akan tetapi pada pasien dengan hipertensi gawat, dosis dapat mencapai 1,2 hingga 2,4 gram/hari.
Labetalol sebagai suntikan bolus intravena secara berulang-ulang 20-80 mg untuk mengobati hipertensi gawat. Mabie, dkk (1987) memberikan labetalol 10 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tekanan darah tidak berkurang dalam waktu 10 menit, pasien diberi 20 mg. Dalam 10 menit berikutnya adalah 40 mg yang diikuti 40 mg dan kemudian 80 mg apabila belum tercapai respon yang bermanfaat. Sedangkan The Working Group (2000)merekomendasikan bolus 20 mg IV sebagai dosis awal. Apabila tidak efektif dalam 10 menit, dosis dilanjutkan dengan 40 mg, kemudian 80 mg setiap 10 menit, hingga dosis total sebanyak 220 mg.
Efek samping yang sering timbul adalah kelelahan, lemah, sakit kepala, diare, edema, mata kering, gatal pada kulit kepala dan seluruh tubuh serta susah tidur. Hipotensi postural juga dapat terjadi akan tetapi sangat jarang.

C.   PENGOBATAN HIPERTENSI PADA IBU HAMIL
Banyak sekali tipe obat berbeda yang dapat digunakan untuk pengobatan tekanan darah tinggi (hipertensi) yang disebut dengan antihypertensive medicines (obat-obat anti hipertensi). Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi tekanan darah dan mengembalikannya pada ukuran normal dengan obat-obat yang mudah di konsumsi, tersedia, jumlahnya sedikit mungkin, jika memungkinkan tanpa ada efek samping. Tujuan pengobatan tersebut hampir selalu tercapai pada pengobatan hipertensi. Jika tekanan darah tinggi hanya bisa di kendalikan dengan obat-obatan medis, maka perlu mengkonsumsi obat-obatan itu untuk sisa hidup.
Apapun yang seorang wanita hamil makan atau minum dapat memberikan pengaruh pada janinnya. Seberapa banyak jumlah obat yang akan terpapar ke janin tergantung dari bagaimana obat tersebut diabsorpsi (diserap), volume distribusi, metabolisme, dan ekskresi (pengeluaran sisa obat).
                        Penyerapan obat dapat melalui saluran cerna, saluran napas, kulit, atau melalui pembuluh darah (suntikan intravena). Kehamilan sendiri mengganggu penyerapan obat karena lebih lamanya pengisian lambung yang dikarenakan peningkatan hormon progesteron. Volume distribusi juga meningkat selama kehamilan, estrogen dan progesteron mengganggu aktivitas enzim dalam hati sehingga berpengaruh dalam metabolisme obat. Ekskresi oleh ginjal juga meningkat selama kehamilan.
Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pengobatan hipertensi kehamilan maka perlu diketahui mekanisme pengobatan hipertensi secara umum, sebab pengobatan hipertensi secara umum tidak jauh beda dengan pengobata hipertensi pada kehamilan, tapi pada absorpsi obat dan dampak pengobatan dan hipertensi itu sendiri pada janinnya.  
            Jenis-jenis obat anti hipertensi (tekanan darah tinggi)
1. Metyldopa
Merupakan obat paling banyak digunakan pada HDK sebab relatif murah dan aman. Obatini merupakan pilihan untuk hipertensi kronik dalam kehamilan. Pada hipertensi berat dapat dikombinasi dengan obat lain
Untuk terapi jangka panjang methyldopa masih menjadi pilihan utama karena aman untuk neonatus dan bayi. Anak-anak dari ibu yang ikut penelitian dan diikuti selama 7 tahun tidak ada perbedaan antara anak dari ibu yang mendapat terapi metyldopa dengan kontrol dalam hal fisik , mental, perilaku, penglihatan, pendengaran maupun kemampuan intelektual.
Obat ini bekerja sebagai antagonis alfa adenoreseptor di batang otak, sehinggamenurunkan sinyal saraf simpatis dan menyebabkan tahanan vaskuler sistemik menurun dengan hasil akhir penurunan tekanan darah tanpa perubahan fisiologis kerja jantung yang signifikan
2. Calsium chanel Blocker ( Kalsium antagonis)
Beberapa laporan menunjukkan bahwa obat ini mengontrol tekanan darah dengan caramirip hydralazaine. Biasanya ditoleransi dengan baik, walaupun pada beberapa penderita dapat timbul efek samping seperti sakit kepala, muka merah dan berdebar-debar. Hanya sedikitinformasi dalam hal efek Nifedipine pada hemodinamik uteroplacenta tetapi data yang tersedia memberi kesan bahwa tidak ada efek merugikan yang berarti.
Kalsium antagonis adalah vasodilator poten , efektif dan cepat baik pada pemberianoral ataupun intravena. Cara kerjanya adalah menghambat ion kalsium pada calsium channel tipeL oleh karena itu obat ini mempunyai kerja sinergistik dengan MgSO4.Hal ini dapat menerangkan kasus-kasus hipotensi berat pada kehamilan yang diterapi Nifedipine dan MgSO4.
3. Hydralazine
Merupakan vasodilator perifer yang bekerja pada otot polos anterial sehinggamenurunkan resistensi vaskuler.Salah satu kemungkinan mekanisme kerjanya adalah samadengan obat nitrat organik yaitu dengan melepaskan nitrogen oksida (NO), yang mengaktifkan guanilat siklase dengan haisl akhir defosforilasi berbagai protein termasuk protein kontraktil ototpolos.
Dahulu obat ini merupakan obat yang paling sering digunakan di Amerika Serikat, untuk terapi hipertensi berat mendekati persalinan atau periode peripartum.
Tetapi saat ini mulai ditinggalkan karena efek samping yang ditimbulkan efek merugikan darihydralisine pada pemberian peranteral adalah sakit kepala, palpitasi, mual muntah, bahkan hipertensi kira-kira 50% pada wanita hamil.
Gawat janin setelah pemberian hydralisine paranteral telah dilaporkan jika tekanan darahditurunkan dari rata diatas 110 mmHg kebatas terapi antara 70-90 mmHg.
4. Labetalol 
Pemakaian labetalol bertujuan untuk mendapatkan penurunan tekanan darah dengancepat. Penggunaan parenteral telah diakui dapat menurunkan tekanan darah yang lebih dapatdiandalkan daripada hydralazine. Data terakhir menunjukkan pemakaian intravena tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan bradikardi, hipoglikemi dan hipotensi pada ibu hamil. Demikian juga pemakaian jangka lama dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.
Obat ini bekerja dengan memblokir reseptor α dan β. Penurunan resistensi vaskuler perifer terjadikarena penghambatan adrenoreseptor alfa 1 sedangkan penghambatan β menghasilkanpenurunan “heart rate”.
Meskipun adanya efek samping dan pengalaman dengan labetalol masih sedikit, obat ini masihsebagai pilihan yang pantas untuk hipertensi akut selama kehamilan.
5. Sodium Nitroprusside
Merupakan salah satu preparat oksida nitrat yang digunakan pada terapi HDK. Obat ini bekerja melepas gugus nitroso pada molekul sodium nitroprusside, menjadi NO sewaktu kontak dengan eritrosit. NO mengaktifkan enzim guanilat siklase pada otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan dilatasi arterial dan venula.Obat ini di metabolisme menjadi sianida dan tiosinat yang dapatmelewati placenta sehingga potensial dapat meracuni janin.
Pada penelitian dengan domba setelah pemberian rata-rata 25 mg/ kg BB/menit didapatkan kadar sianida dalam darah janin dan terjadi kematian janin sedangkan pada kelompok lainnya yang menerima kurang dari 1 mg/kg BB/menit tidak menunjukkan efek yang merugikan.
Dengan pertimbangan tersebut sodium nitroprusside masih tetap digunakan sebagai usaha terakhir untuk pengobatan pada situasi gawat kehamilan yang tidak berespons dengan terapi lainnya.
6. Diuretik 
Dapat digunakan pada keadaan tertentu, penggunaannya merugikan janin karena efek samping yang ditimbulkannya berupa gangguan elektrolit, hipoglikemia dan trombositopenia.
Furosemida mempunyai sifat farmakologis yang menghambat reabsorbsi Na dan Cl di ginjal( loop of Henle) sehingga memerlukan volume intravaskuler.
Pemakaian ini bermanfaat dalam manajemen pre eklampsia dan eklampsia dalam kondisi khusus seperti edema paru, gagal jantung kongestif, penyakit ginjal dan kelebihan cairan iatrogenik.
7. Klonidine
Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor post synaptic α 2 sympatis. Klonidine mengurangi tekanan arteri secara bermakna tanpa diikuti retensi cairan, hipotensi orthostatis atau bronchospasme. Klonidine mengurangi tahanan perifer dan cardiac output.
Walaupun pemakaiannya cukup aman dan efektif pada HDK tetapi beberapa senter tidak menyukai karena efek sampingnya. Efek samping ini berupa letih, mulut kering dan rebound hypertension phenomena.
Dosis yang diberikan 0,1-0,3 mg / hari dibagi dalam dua dosis. Pemberian intravena sudah dapat memberikan efek dalam 20 menit dan dapat dipertahankan selama 6-12 jam.
8. Ketanserin
Makin meningkatnya pemahaman tentang patofisiologi dari preeklampsia yang etiopatogenesisnya belum jelas maka diupayakan serta dikembangkan obat anti hipertensi yang rasional untuk pengobatan penyakit tersebut. Salah satu teori HDK tentang preeklampsia adalah disfungsi endotel, peningkatan agregasi platelet dan hiperserotonin.
Stimulasi reseptor S2diotot polos vaskuler dan platelet oleh serotonin dapat menyebabkan vasokontriksi ,agregasi platelet dan peningkatan efek agen vasokonstriktor lainnya seperti katekolamin dan angiotensinII. Dengan demikian pemberian ketanserin yang memblokir reseptor S2 akan menghambat vasokontriksi dan agregasi platelet.
Penelitian membuktikan ketanserin efektif untuk mengendalikan hipertesi post partum ataupun peripartum. Dibandingkan hidralazine ketanserin menunjukkan efek hemodinamik lebih baik, menurunkan insidens solutio plasenta dan sindroma HELLP disamping efek merugikan terhadap ibu dan janin lebih sedikit.
Secara farmakokinetik ketanserin menimbulkan efek hipotensi yang gradual, sangat cepat diabsorbsi pada salauran cerna dan kadar puncak dalam plasma tercapai dalam ½- 2 jam. Bioavaibilitas oral kira kira 50 %,waktu paruh 12-25 jam serta terutama dimetabolisme dihati. Dosis yang dapat diberikan 40-80 mg dalam dosis terbagi.
Prinsip pengobatan Hipertensi
Mengurangi besarnya desakan isi pembuluh terhadap dinding arteri dengan     cara :
     a. mengurangi besarnya isi volume darah
     b. membuat pembuluh darah lebih rileks, tidak spasme/kejang
     c. melebarkan pembuluh darah.
Akibat yang ditimbulkan oleh hipertensi
     a.   hipertropi otot jantung akibat dari hiperfungsi
     b. penebalan dinding pembuluh darah, (arteriosklerosis) karena usaha menahan naiknya tekanan pada dinding pembuluh.
Meningkatnya fragilitas pembuluh darah, sehingga rentang terjadi rupture dan perdarahan pada otak maupun organ lain.
Uraian diatas merupakan jenis obat yang digunakan pada pengidap hipertensi secara umum, namun tidak semua dari jenis obat diatas dapat digunakan pada ibu hamil, karena memikirkan keadaan janin yang dikandung.






D.   DAFTAR OBAT YANG AMAN DAN BERBAHAYA BAGI KEHAMILAN

Diuretik (Peluruh Kencing)
Acetazolamide Dazamide, Diamox                                        Approved        C         L2                                           Bendroflumethiazide Naturetin                                              Approved        D         L4
(may inhibit lactation)
Chlorothiazide Hydrodiuril                                                    Approved        D         L3
Chlorthalidone Hygroton                                                        Approved        D         L3
Hydrochlorothiazide (HCT) Hydrodiuril, Esidrix, Oretic      Approved        D         L2
Spironolactone Aldactone                                                      Approved        D         L2

Anti Hipertensi
Captopril Capoten                                                                   Approved        D         L3
(if used after 30 days)
Hydralazine Apresoline                                                          Approved        C         L2
Labetalol Trandate, Normodyne                                             Approved        C         L2
Methyldopa Aldomet                                                             Approved        C         L2
Metoprolol Toprol XL, Lopressor                                           Approved        B         L3
Minoxidil Loniten, Minodyl, Rogaine                                    Approved        C         L2     (topically)                  L3(orally)
Nadolol Corgard, Nadolol                                                      Approved        C         L4
Nifedipine Adalat, Procardia                                                  Approved        C         L2
Propranolol Inderol                                                                 Approved        C         L2
Sotalol Betapace                                                                     Approved        B         L3
Timolol Blocadren                                                                  Approved        C         L2
Verapamil Calan, Isoptin, Covera-HS                                    Approved        C         L2  

          CATATAN:                                                                                                                                            LactationRiskCategories                                                     PregnancyRiskCategories 
1.      L1 (safest)                                        A (controlled studies show no risk)
2.      L2 (safer)                                         B (no evidence of risk in humans)
3.      L3 (moderately safe)                       C (risk cannot be ruled out)
4.      L4 (possibly hazardous)                  D (positive evidence of risk)
5.      L5 (contraindicated)                        X (contraindicated in pregnancy) 

E.   PENATALAKSANAAN HIPERTENSI PADA KEHAMILAN
Secara umum tujuan tata laksana Hipertendi Dalam Kehamilan (HDK) dengan atau tanpa proteinuria adalah sama, yaitu untuk melindungi ibu dari berbagai komplikasi termasuk kardiovaskuler dan melanjutkan kehamilannya sampai persalinan yang aman.
Tata laksana ini meliputi pengelolaan secara umum dan khusus baik onservatif maupun dengan terminasi kehamilan . Pembahasan tata laksana disini akan lebihmenekankan masalah tekanan darah, tentunya dengan mengetahui bahwa meningkatnya tekanan darah bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapai pada HDK.
1. Tata Laksana Umum
Diagnosis dini berdasar riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang cermat,pengamatan medis yang ketat , persalinan yang tepat waktunya menjadi yang penting pada pengelolaan HDK.    
Umumnya pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah hitung darah tepi lengkap, trombosit,elektrolit serum, asam urat, fungsi ginjal dan hati, hemotokrit dan penilaian dengan ultrasonografi, ECG, dan foto Thoraks.
Sekali diagnosis dibuat pengelolaan berikutnya harus berdasarkanpada evaluasi awal dari ibu dan janin, keputusan kemudian dibuat dengan perlu tidaknya masukrumah sakit, penanganan yang diharapkan atau persalinan dengan memperhitungkan faktor-faktor beratnya proses penyakit, keadaan ibu dan janin serta lamanya kehamilan.
Semua wanita hamil dengan atau tanpa hipertensi harus dianjurkan melakukan latihanisotonik, cukup istirahat, meniadakan konsumsi garam berlebihan menghindari kafein, merokok,alkohol dan diet dengan makanan yang sehat dan seimbang.
a.       Indikasi Rawat Jalan
Dilakukan pada wanita hamil dengan risiko tinggi untuk berkembang menjadi HDK, kondisi ini termasuk tekanan darah yang tidak stabil, kenaikan berat badan > 2 kg/minggu, edema padamuka dan jari.
Penderita diharuskan melakukan pemeriksaan setiap minggu dengan pemantauan terhadap tekanan darah , gejala klinis, laboratorium ( trombosit, protein, asamurat) dan bila perlu pemeriksaan USG. Dalam kondisi ini dianjurkan untuk membatasi aktivitasdi rumah dan tirah baring.
b.      Indikasi Masuk Rumah Sakit
Dianjurkan untuk perawatan dirumah sakit jika pada kehamilan didapatkan hal-hal sebagaiberikut : Tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan atau diastolik > 90 mmHg, dengan gejala klinisproteinuria, trombosit < 100.000, USG menunjukkan aligohidroamunian atau gerakan janinyang in adequat. Setelah masuk rumah sakit dibuat keputusan apakah dilakukan terapi konservatif atau mengakhiri kehamilan.
c.       Indikasi Konservatif di rumah Sakit
Terapi konservatif dilakukan bila :Tekanan darah terkontrol ( sistolik < 140 mmHg, diastolik 90 mmHg, proteinuria < +2 ( 1gr/hari), trombosit > 100.000 , keadaan janin baik (USG, Stress test) Faktor yang sangat menentukan terapi konservatif adalah umur kehamilan. Jika HDK disertai proteinuria berat dan kehamilan > 36 minggu maka terminasi kehamilan perlu dilakukan.
 Apabila kehamilan < 36 minggu, maka dilakukan terapi konservatif jika : tekanan darah stabil < 150mmHg dan diastolik < 95 mmHg, proteinuria <+2, keadaan janin dan ketuban normal,trombosit > 100.000
d.      Indikasi Terminasi Kehamilan
Bila selama terapi konservatif, ditemukan hal-hal dibawah ini maka dilakukan terminasi kehamilan. Dari Sudut Ibu:
1)      Sakit kepala hebat
2)      Gangguan penglihatan
3)      Tekanan darah sistolik > 170 mmHg dan atau diastolik > 110 mmHg- Oliguria < 400 ml/ 24 jam
4)      Fungsi hepar dan ginjal menurun
5)      Nyeri epigartium berat, mual, muntah
6)      Suspek abruptio placenta
7)      Edema paru dan sianosis
8)      Kejang dan tanda-tanda perdarahan intracerebral pada eklampsia
Dari Sudut Janin
1)                         Pergerakan janin menurun
2)                         Olygohidro amnion
2. Pengobatan Medikamentosa
Keuntungan pemakaian obat-obatan bagi ibu dengan HDK tidak dipertanyakan lagi.Dari sudut kepentingan janin banyak pertanyaan yang tidak terjawab secara percobaan klinik.Walaupun diakui bahwa dengan penurunan tekanan darah akan mencegah dan menurunkanangka morbiditas dan mortalitas ibu dan janin serta komplikasi kardiovaskuler, namun pilihan obatyang optimal masih harus ditentukan.Kapan wanita dengan HDK menggunakan obat-obat hipertensi masih ada perbedaan pendapat, namun tujuan dalam menurunkan tekanan darah telah disepakati dianggap optimal bilasistolik < 140 mmHg dan diastolik < 90 mmHg
SegeraBila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan diastolik > 109 mmHg dengan gejala klinis. Setelah observasi 1-2 jam bila tekanan darah sistolik > 169 mmHg dan atau diastolik > 109 mmHg tanpa gejala klinis.




Setelah observasi 24-48 jam
a.       Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diastolik > 89 mmHg   sebelumkehamilan 28 minggu tanpa proteinuria
b.      Bila tekanan darah sistolik > 139 mmHg dan atau diatolik > 89 mmHg pada wanita hamil dengan gejala klinis:
1)      Proteinuria
2)      Disertai penyakit lain ( kardiovaskular, ginjal)
3)      Super imposed hypertension
c.       Bila tekanan darah sistolik > 149 mmHg dan atau diastolik > 94 mmHgDalam konsensus yang lain.
d.      Bila tekanan sistolik > 160-180 mmHg- Bila tekanan diastolik > 100-110 mmHg.
e.       Terapi farmakologis bertujuan mempertahankan tekanan sistolik 140-160 mmHg dandiastolik 90-100 mmHg atau tekanan arteri rata-rata (TAR) < 125 mmHg, tidak lebihrendah dari 105 mmHg.
f.       Penurunan tekanan darah mendadak dibawah 140/80 mmHg harus dihindarkan.
Pada HDK dalam kondisi Non severe hypertention di rekomendasikan:
Tujuan Terapi tekanan diastolik 80-90 mmHg
Pilihan pertama adalah : Methyldopa
Diberikan dalam dosis peroral 2-3 kali 250 mg, hingga mencapai tekanan darah optimal
Pilihan kedua adalah :
a.       Labetalol Dosis awal peroral 2 x 100 mg 1 hari, dosis dapat dinaikkan setiap minggu tergantung respon.Dosis pemulihan 200-400 mg 2 x sehari
b.      NifedipineDosis awal 10 mg 2 x sehari, dosis pemeliharaan 10-20 mg dua kali sehari


Keadaan khusus ( kardiovaskuler, gagal ginjal): Diuretik
Obat dihindari :
a.       ACE Inhibitor
b.      Angiotensin II reseptor antagonist
Pengelolaan pada HDK dengan “ Acute Severe Hypertension”
 A. Antihipertensi
1. Kalsium Antagonis ( Nifedipine oral )
a.       Dosis awal 5-10 mg tiga kali/ hari- Keadaan akut dimulai dengan dosis 10 mg dapat diulang 30-60 menit
b.      Bila perlu dapat diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimal 120 mg/ hari
c.       Efek akan tampak 10-15 menit dengan efek puncak 4-5 jam
d.      Efek samping biasanya : tacikardi, sakit kepala , flushing
e.       Dosis lebih rendah dipertimbangkan bila digunakan bersamaan dengan MgSO4.
2. Hydralazine
a.       Intravena, dosis diawali 5 mg. Intramuskuler 10 mg dengan dosis maksimal 20 mg IVatau 30 mg IM
b.      Dapat diulang 15-30 menit bila perlu 
3. Labetolol
a.       Intravena dimulai 10-20 mg
b.      Dapat diulang 15-20 menit
c.       Dosis maksimal 200-400 mg
d.      Kontra indikasi : AV block, ashma bronchiale
4. Sodium Nitroprusside
a.       Intravena, infus dosis dimulai dengan 0,25 ug / kg BB / menit
b.      Dosis maksimal 5 ug / kg BB / menit
B. Anti Konvulsan
Wanita dengan pre eklampsia atau eklampsia mempunyai risiko untuk kejang. Para penulis di Amerika Serikat telah menganjurkan bahwa Magnesium Sulfat (MgSO4) dapat diberikan profilaksis. Sebaliknya para penulis di negara lain memutuskan bahwa pencegahan yang adequat adalah menurunkan tekanan darah. Lebih jauh hasil penelitian dengan skala besar akhir-akhir ini MgSO4 lebih superior dibanding phenitoindan diazepam untuk pencegahan dan terapi kejang yang berulang pada wanita dengan eklampsia.
Dosis MgSO4 yang digunakan adalah dosis awal 4 gr iv selama 3-20 menit, disusul 1 gr IMterbagi pada bokong kanan dan kiri, disusul dosis ulangan 5 gram IM tiap 6 jam hingga 24 jam pasca persalianan atau 24 jam bebas kejang.














BAB III
PENUTUP

A.   KESIMPULAN
Jadi, setelah melakukan diskusi dan mencari buku sumber literatur yang dapat dipercaya, Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa (sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tapi tidak satupun teori yang dianggap mutlak dikatakan benar seperti teori genetik dan adaptasi kardiovaskular, teori defisiensi gizi dan lain-lain.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi tekanan darah dan mengembalikannya pada ukuran normal dengan obat-obat yang mudah di konsumsi, tersedia, jumlahnya sedikit mungkin, jika memungkinkan tanpa ada efek samping.
Metildopa merupakan obat pilihan utama untuk hipertensi kronik parah pada kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Labetalol merupakan antihipertensi non kardioselektif yang memiliki kerja penghambat beta lebih dominan dibandingkan antagonis alfa. Sehingga labetalol dapat dikatakan sebagai obat alternative yang lebih aman dan efektif diberikan pada kehamilan.



B.   SARAN
Pengobatan tekanan darah tinggi dimulai dengan perubahan-perubahan gaya hidup untuk membantu menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung. Jika perubahan-perubahan itu tidak memberikan hasil, mungkin anda perlu mengkonsumsi obat-obat untuk penderita darah tinggi, tentu saja dengan berkonsultasi dengan dokter. Bahkan jika anda harus mengkonsumsi obat-obatan, alangkah baiknya disertai dengan perubahan gaya hidup yang dapat membantu anda mengurangi jumlah atau dosis obat-obatan yang anda konsumsi.
Pada Ibu hamil sebaiknya sering melakukan ANC untuk mengetahui kondisi janin maupun perkembangannya agar segala hal yang mengarah patologis dapat diantipasi segera.





















DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2007. Penggolongan Obat Farmakoterapi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Fagan, S. C., and Hess, D. C., dalam Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Matzke, B. R., Wells, B. G., dan Posey, M. L. 2005. Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, 3rd edition. USA: Appleton and Lange Stampord Conecticut.
Mansjoer, Kuspuji. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga: Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius.
Nugroho,Agung Endro. 2012. Farmakologi Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi Dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiknjosastro, Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga : Cetakan Ketujuh. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar