DAFTAR ISI
A. KESIMPULAN.........................................................................................................................30
B. SARAN.....................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gagal jantung merupakan salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas.Akhir-akhir ini insiden gagal jantung
mengalami peningkatan.Kajian epidemiologi menunjukksn bahwa ada berbagai
kondisi yang mendahului dan menyertai gagal jantung.Kondisi tersebut dinamakan
faktor resiko. Faktor resiko yang ada dapat dikontrol dengan mengubah gaya
hidup atau kebiasaan pribadi dan faktor resiko yang non modifiable yang
merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol. Contohnya ras dan
jenis kelamin.Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.Ciri-ciri
yang penting dari definisi ini adalah pertama definisi gagal adalah relatif
terhadap kebutuhan metabolik tubuh, kedua penekanan arti gagal ditujukan pada
fungsi pompa jantung secara keseluruhan.(Nurhadi, 2003).
Sejumlah faktor sistemik dapat
menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju
metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan
suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Risiko gagal
jantung kongestif akan meningkat pada orang lanjut usia karena penurunan fungsi
ventrikel akibat penuaan. Gagal jantung kongestif ini dapat menjadi kronik
apabila disertai dengan penyakit-penyakit lain, seperti hipertensi, penyebab
katup jantung, kardiomiopati, dan lain-lain.
Pada saat ini gagal jantung kongestif
merupakan satu-satumya penyakit kardiovaskular yang terus meningkat insiden dan
prevalensinya. Resiko kematian akibat gagal jantung berkisar antara 5-10%
pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat menjadi 30-40% pada
gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung kongestif merupakan penyakit
yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit meskipun
pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal. (R. Miftah, 2004)
Masalah kesehatan dengan gangguan
sistem kardiovaskular masih menduduki peringkat yang tinggi, menurut WHO
dilaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita gagal jantung
kongestif.Sedangkan pada tahhun 2005 di jawa tengah terdapat 520 penderita
gagal jantung kongestif.Pada umumnya, penyakit gagal jantung kongestif diderita
lansia berusia diatas 50 tahun. Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun
pada lansia yang berusia diatas 50 tahun. Sebagian besar lansia yang
didiagnosis gagal jantung kongestif tidak dapat hidu lebih dari 5 tahun.
(Charlie, 2005).
Berdasarkan hal tersebut, maka
disusunlah makalah ini yang lebih lanjut akan menguraikan lebih jelas mengenai konsep penyakit gagal jantung kongestif
serta menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung
kongestif.
B.
Rumusan Masalah
1
Apa definisi gagal jantung kongestif?
2
Apa
penyebab
gagal jantung kongestif?
3
Apa patofisiologi gagal jantung
kongestif?
4
Apa saja klasifikasi gagal jantung
kongestif?
5
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
gagal jantung kongestif?
6
Bagaimana
manifestasi klinis penyakit gagal jantung kongestif?
7
Apa saja komplikasi pada pasien yang mengalami gagal
jantung kongestif ?
8
Apa
saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami
gagal jantung kongestif?
9
Bagaimana penatalaksanaan pada pasien dengan gangguan gagal jantung
kongestif?
10
Bagaimana rencana asuhan keperawatan kepada
pasien yang mengalami penyakit gagal jantung kongestif?
C.
Tujuan
1 Mengetahui pengertian gangguan gagal jantung kongestif
2 Mengetahui penyebab terjadinya
gagal jantung kongestif
3 Mengetahui patofisiologi dari penyakit
gagal jantung kongestif
4 Mengetahui klasifikasi gagal jantung
kongestif
5 Mengetahui apa-apa saja faktor yang mempengaruhi gagal jantung
kongestif
6 Mengetahui tentang manifestasi klinis gagal jantung kongestif
7 Mengetahui kompliikasi pada pasien yang mengalami gagal
jantung kongestif
8 Mengetahui pemriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien yang mengalami gagal jantung kongestif
9 Mengetahui penatalaksanaan dan penanganan
pada pasien gagal jantung kongestif
10 Mengetahui dan menentukan bagaimana
rencana asuhan keperawatan yang harus diberikan pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Gagal
jantung kongestif adalah keadaan dimana jantung tidak mampu lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi badan untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada keadaan tertentu, sedangkan tekanan pengisian
ke dalam jantung masih cukup tinggi. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis dimana
jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun
tekanan pengisian cukup. (Paul Wood, 1958). Hal ini mengakibatkan peregangan
ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke
seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal.Jantung hanya
mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang
lemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Kelainan primer pada gagal jantung
adalah berkurang atau hilangnya sebagian fungsi miokardium yang menyebabkan
penurunan curah jantung.Penyakit gagal jantung yang dalam istilah medisnya
disebut dengan “Heart Failure atau Cardiac Failure”, merupakan suatu keadaan
darurat medis dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya
(cardiac output) tidak mampu memenuhi kebutuhan normal metabolisme tubuh.
Gagal Jantung adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang cukup dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient (Diane C.Baughman dan Jo Ann
C.Hockley,2000)
Gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekut untuk memenuhi kebutuhan
jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer & Bare,2001), Waren dan Stead
dalam Sodeman,1991 (Renardi,1992)
2.
Etiologi
Gagal jantung sering terjadi pada
penderita kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
Penyebab gagal jantung mencakup
apapun yang menyebabkan peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu
sehingga volume diastolik akhir meregangkan serat-serat ventrikel melebihi
panjang optimumnya.Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri
yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume
darah di ventrikel.
Hal yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif
meliputi gangguan kemampuan konteraktilitas jantung, yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung
dengan masalah utama yang terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.Volume
sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada
3 faktor, yaitu :
a. Preload, adalah jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut otot jantung
b. Konteraktilitas, mengacu pada perubahan kekuatan
konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
c. Afterload, mengacu pada besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol
3.
Patofisiologi
Terjadinya Kelainan intrinsik pada
kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung
iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan
meningkatkan volume residu ventrikel. Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon
terhadap peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonary
meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian
seprti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema
dapat dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis
atau mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi
dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-perubahan pada orientasi
otot papilaris dan kordatendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.Jika
terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan
secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka
volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik,
menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama,
terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih
bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama/kronik
akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik. Penurunan cardiac output,
terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan
perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium,
frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan
meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload.
Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output,
adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan
peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload
dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan
resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke
organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga
merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas
simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu
efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan
retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin – aldosteron juga akan
teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan
penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam
sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat
ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik
atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi
resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Sindrom gagal jantung disebabkan
oleh beberapa komponen:
a.
Ketidakmampuan
miokard untuk berkontraksi dengan sempurna mengakibatkan stroke volum dan
cardiac output menurun.
b.
Beban
sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel(systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel.
c.
Preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel(diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel meninggi.
d.
Beban
kebutuhan metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung dimana
jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung
walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mamu untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi tubuh.
e.
Hambatan
pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk kedalam ventrikel atau
pada aliran balik venous return akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
Gagal jantung kanan maupun kiri dapat disebabkan oleh beban kerja(tekanan atau
volume) yang berlebihan dan atau gangguan otot jantung itu sendiri.Beban volume
atau preload disebabkan karena kelainan ventrikel memompa darah lebih banyak
semenit sedangkan beban tekanan atau afterload disebabkan oleh kealinan yang
meningkatkan tahanan terhadap pengaliran darah ke luar jantung.Kelainan atau
gangguan fungsi miokard dapat disebabkan oleh menurunnya kontraktilitas dan
oleh hilangnya jaringan kontraktil (infark miokard).Dalam menghadapi beban
lebih, jantung menjawab (berkompensasi) seperti bila jantung menghadapi latihan
fisik. Akan tetapi bila beban lebih yang dihadapi berkelanjutan maka mekanisme
kompensasi akan melampaui batas dan ini menimbulkan keadaan yang merugikan.
4.
Klasifikasi
Menurut Brunner & Suddart dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Klasifikasi berbagai sindrom gagal
jantung dibuat berdasarkan gambaran umum yang mendominasi sindrom klinis secara
keseluruhan. Hal ini bisa membantu menegakkan
diagnosis, yaitu
:
1. Gagal jantung akut (acut heart
failure [AHF])
Secara
garis besar sama dengan gagal jantung kiri dan disebabkan oleh kegagalan
mempertahankan curah jantung yang terjadi mendadak. Kemungkinan karena infark
miokard, disfungsi katup, atau krisis hipertensi. Kejadiannya berlangsung cepat
dimana mekanisme kompensasi menjadi tidak efektif, kemudian berkembang menjadi
edema paru dan kolaps sirkulasi (syok kardiogenik).
2. Gagal jantung kronis (chronic heart
failure [CHF])
Secara
garis besar sama dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara
bertahap, gejala dan tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran
yang menunjukkan mekanisme kompensasi. Biasanya gagal jantung kronis dapat disebabkan oleh
hipertensi, penyakit katup, atau paru obstruksi kronis/menahun.
Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung kiri dan
kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan hipertensi
pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan.Kegagalan biventrikular kronis
disebut gagal jantung kongestif.
5. Faktor - Faktor
Beberapa faktor yang memicu terjadinya Congestive Heart
Failure adalah sebagai berikut:
A. Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)
B. Beban tekanan berlebihan atau
pembebanan sistolik (systolic overload)
Beban
sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan curah
ventrikel atau isi sekuncup.
C. Beban volume berlebihan atau
pembebanan diastolik (diastolic overload)
Preload
yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload) akan
menyebabkan volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam ventrikel meninggi.
Prinsip Frank Starling; curah jantung mula-mula akan meningkat sesuai dengan
besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus bertambah sampai
melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan menurun kembali.
D. Peningkatan kebutuhan metabolik atau
peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload) Beban kebutuhan
metabolik meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung dimana jantung sudah
bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal jantung walaupun curah
jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi tubuh.
E. Gangguan pengisian (hambatan input).
Hambatan
pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam ventrikel atau
pada aliran balik vena (venous return)akan menyebabkan pengeluaran atau output
ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
F. Kelainan Otot Jantung
Gagal
jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, menyebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi.
1) Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan
disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi
hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
2) Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi serabut otot
jantung.
3) Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
G. Penyakit jantung
Penyakit
jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
H. Faktor sistemik
Faktor
sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas elektrolit
juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas dapat
menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan. Penyebab yang spesifik untuk gagal
jantung kanan antara lain:
a.
Gagal
jantung kiri
b.
Hipertensi
paru
c.
PPOM
6.
Manifestasi Klinis
Gangguan gagal jantung sangat bergantung pada
etiologi untuk setiap kasusnya. Namun, manifestasi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
1.
Meningkatnya
volume intravaskuler.
2.
Kongestif
jaringan akibat tekanan arteri dan vena meningkat.
3.
Edema
paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis,sehingga cairan mengalir dari
kapiler paru ke alveoli, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4.
Edema
perifer umum dan penambahan berat badan akibat tekanan sistemik.
5.
Turunnya
curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ.
6.
Tekanan
perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi
natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
7.
Tempat
kongestif tergantung dari ventrikel yang terlibat, misalnya disfungsi ventrikel
kiri atau gagal jantung kiri.
Manifestasi Klinis Gagal jantung
kanan:
1.
Kongestif
jaringan perifer dan viseral.
2.
Edema
ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema pitting, penambahan berat
badan.
3.
Hepatomegali
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar.
4.
Anorexia
dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam
rongga abdomen.
5.
Nokturia
6.
Kelemahan
7.
Tanda dominan :
8.
Meningkatnya volume intravaskuler
9.
Kongestif jaringan akibat tekanan arteri
dan vena meningkat akibat penurunan curah jantung. Manifestasi
10. kongesti
berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Manifestasi klinis Gagal Jantung Kiri :
1. Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
2. Dispnea,
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada malam
hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
3. Batuk
4. Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung yang
kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen
serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi
karena meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi karena distress pernafasan dan batuk.
5. Kegelisahan dan kecemasan
Terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
7.
Komplikasi
Komplikasi
yang terjadi
pada pasien dengan gangguan Congestive Heart Failure dapat berupa:
1)
Kerusakan
atau kegagalan ginjal
Gagal
jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya dapat
menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani.Kerusakan ginjal dari gagal
jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2)
Masalah
katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan
cairan sehingga dapat terjadi kerusakan pada katup jantung.
3) Kerusakan hati
Gagal jantung dapat menyebabkan
penumpukan cairan yang menempatkan terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini
dapat menyebabkab jaringan parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi
dengan baik.
4) Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung
lebih lambat pada gagal jantung daripada di jantung yang normal, maka semakin
besar kemungkinan seseorangakan mengembangkan pembekuan darah yang dapat
meningkatkan risiko terkena serangan jantung atau stroke.
8.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dongoes (2000) pemeriksaan
penunjang yang dapat d ilakukan untuk menegakkan diagnosa CHF yaitu:
1. Elektrokardiogram (EKG)
Hipertropi atrial atau ventrikuler,
penyimpangan aksis, iskemia, disritmia, takikardi, fibrilasi atrial.
2. Scan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi dan
memperkirakan gerakan dinding.
3. Sonogram (ekokardiogram,
ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran
bilik, perubahan dalam fungsi/struktur katup, atau area penurunan
kontraktilitas ventrikular.
4. Kateterisasi jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi
dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis
katup atau insufisiensi.
5. Rongent dada
Dapat menunjukkan pembesaran
jantung, bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan
dalam pembuluh darah abnormal.
6. Enzim hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti
hepar.
7. Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi diuretik.
8. Oksimetri nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah terutama
jika gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.
9. Analisa gas darah (AGD)
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkaliosis respiratori ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2
(akhir).
10. Blood ureum nitrogen (BUN) dan
kreatinin
Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal.Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
gagal ginjal.
11. Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktifitas tiroid
menunjukkan hiperaktifitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung.
9. Penatalaksanaan
Gagal Jantung
1.
CHF
(Congestif Heart Failure) Akut
a.
Pasien
dipersilahkan duduk tegak bila tidak mengalami hipotensi.
b.
Oksigen:
segera ambil gas darah arteri pada suhu kamar, kemudian pasang masker pada 60%;
intubasi bila terjadi gagal ventilasi atau bila pasien mengalami sianosis
secara progresif dan status mentalnya menurun.
c.
Tangani
iskemia miokard bila ada indikasi.
d.
Berikan
morfin, nitrogliserin, dan diuretic per IV (furosemid) bila tidak ada hipotensi
bermakna.
e.
Pertimbangkan
inotropik (dobutamin, dopamine) intravena (IV), gunakan segera bila terdapat
hipotensi.
f.
Bila
perlu, ganti dengan nitrat IV bila terdapat tahanan vaskuler perifer yang
tinggi (hipertensi). Nitrogliserin lebih aman dari nitroprusida.
g.
Pompa
balon intra aorta diindikasikan bila terdapat hipotensi yang sulit ditangani
(syok kardiogenik), iskemia yang sulit ditangani dalam persiapan untuk graft
pintasan koroner emergensi (CABG), atau regurgitasi mitral akut dalam
persiapan untuk perbaikan atau penggantian katup perioperatif.
h.
Kateterisasi
koroner dan angioplasty balon atau CABG darurat digunakan pada pasien iskemia
tertentu.
2. CHF kronis
a.
Penatalaksanaan
definitif pada penyebab yang mendasarinya adalah optimal.
b.
Modifikasi
gaya hidup dengan pembatasan asupan garam, olahraga, dan pendidikan mengenai pemantauan
gejala (menimbang BB setiap hari, dispnea, edema, nyeri dada) direkomendasikan.
c.
Diuretika,
inotropik, inhibitor ACE, dan penyekat beta merupakan terapi utama untuk CHF.
1) Diuretika:Furosemid masih merupakan
diuretika yang paling umum dipakai bersama dengan bumetanid atau torsemid.
Diuretika jelas memperbaiki intoleransi terhadap olahraga dan edema, tetapi
ketidakseimbangan elektrolit dan efek buruk pada lipid serum dan glukosa harus
diperhatikan. Spironolakton telah terbukti mengurangi mortalitas pada CHF
berat.
2) Inotropik
a) Digoksin meningkatkan toleransi
olahraga, meningkatkan curah jantung, memperlambat perkembangan CHF, menurunkan
aktivitas saraf simpatis dan RAA, dan memperbaiki kualitas hidup
pada pasien tertentu. Dapat menurunkan mortalitas bila digunakan bersama dengan
inhibitor enzim pengonversi angiotensin (ACE), tetapi mortalitas bisa meningkat
pada pasien yang digoksinnya dihentikan. Sangat penting untuk terus memeriksa
kadar darah dan menghindari hipokalemia (aritmia).
b) Inhibitor fosfodiesterase (milrinon,
amrinon, enoksimon, piroksimon) memiliki menfaat jangka pendek terhadap curah
jantung dan toleransi olahraga; keamanan jangka penjangnya masih belum jelas,
termasuk peningkatan mortalitas, hipotensi dan alergi.
c) Agonis adrenergic (dobutamin atau
xamoterol IV intermiten) memiliki manfaat jangka pendek, tetapi menyebabkan
peningkatan mortalitas; levodopamin oral masih dalam penelitian.
d) Inotropik baru, seperti vesnarinon,
flosequinan, dan pimobendan, tampak menjanjikan namun jangka panjangnya masih
belum bisa dipastikan.
e) Inhibitor ACE dan penyekat reseptor
angiotensin II mempengaruhi manifestasi hemodinamik dan neurohumoral CHF dengan
perbaikan gejala dan ketahanan hidup. Sebagian besar ditoleransi dengan baik,
kecuali untuk dosis pertama hipotensi, batuk (terutama dengan kaptopril), dan
risiko disfungsi ginjal pada beberapa pasien.
f) Penyekat-beta (carvedilol,
metoprolol, ucindolol, labetalol) meningkatkan fraksi ejeksi, menurunkan tonus
simpatis dengan vasodilatasi dan menurunkan konsumsi oksigen miokard, dan
menurunkan remodeling ventrikel. Carvedilol mulai muncul sebagai obat
pilihan dengan penurunan mortalitas secara bermakna dan perbaikan gejala.
Penyekat beta dosis tinggi dapat mnegakibatkan edema paru; dosis rendah
menyebabkan pemburukan klinis dalam 4 sampai 10 minggu pertama dengan perbaikan
sekitar 10 sampai 12 minggu.
- Obat
lain
a. Nitrat juga memperbaiki manifestasi
hemodinamik dan neuro-hormonal CHF. Nitrat berhubungan dengan sakit kepala yang
bermakna dan toleransi memerlukan pendosisan yang intermiten.
b. Calcium channelblockers merupakan penghambat saluran kalsium
(amlodipin, felodipin) mungkin bermanfaat pada disfungsi diastolik dan
disfungsi sistolik stadium akhir. Generasi pertama penyekat kalsium
meningkatkan aktivitas simpatis dan tidak mengurangi mortalitas pada CHF,
tetapi obat yang terbaru ini tidak mennyebabkan takikardia refleks dan dapat
memperbaiki aspek neuro-hormonal, hemodinamik dan gejala CHF.
c. Anti-aritmia secara umum tidak
diindikasikan meskipun insidensi kematian mendadak pada CHF tinggi; baik
penyekat beta maupun inhibitor ACE mengurangi ektopi ventrikel. Amiodarone
merupakan satu-satunya anti-aritmia yang berhubungan dengan penurunan
mortalitas. Defibrillator yang dapat diimplantasikan harus dipertimbangkan pada
pasien berisiko tinggi.
d. Antikoagulan diindikasikan bila
terdapat fibrilasi atrial,penyakit katup, atau diketahui ada thrombus
intraventrikular.
- Sequential
pacing dapat
meningkatkan curah jantung pada pasien tertentu.
- Pembedahan
untuk CHF meliputi transplantasi jantung dan kardiomioplasti.
- Dukungan
Diet Pada Gagal Jantung
Prinsip diet terapi gizi bagi
pasien-pasien gagal jantung kongestif (dekompensasi jantung) harus berfokus
pada keseimbangan status cairan dan elektrolit:
a. Pemantauan status kalium jika pasien
mendapatkan terapi diuretik; pada hipokalemia, kalium dapat diberikan dalam
bentuk makanan yang banyak mengandung kalium seperti air kacang hijau atau
suplemen kalium.
b. Pembatasan asupan garam (natrium)
hingga 2-3 gram natrium per hari (konsumsi garam yang berlebihan dapat
menyebabkan retensi cairan sehingga menambah berat gejala edema yang biasa
terjadi pada dekompensasi jantung). Diet rendah natrium merupakan
kontraindikasi pada salt-depleting renal diseases seperti pielonefritis
yang mengganggu fungsi tubulus ginjal dalam menyerap natrium.
c. Penyesuaian pembatasan cairan
dilakukan menurut :
a)
Respons
pasien terhadap pengobatan
b)
Kepatuhan
terhadap pembatasan natrium
c)
Intensitas/
progresivitas penyakit
10. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Gagal Jantung Kongestif
A.
Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung
mengakibatkan
ketidakmampuan memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan
dan menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya
diagnostik dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan
morbiditas dan mortalitas.
1.
Aktivitas/istirahat
a.
Gejala : Keletihan/kelelahan terus
menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda
: Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
2.
Sirkulasi
a.
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut,
episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis,
anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
b. Tanda
:
1) TD
; mungkin rendah (gagal pemompaan).
2) Tekanan
Nadi ; mungkin sempit.
3) Irama
Jantung ; Disritmia.
4) Frekuensi
jantung ; Takikardia.
5) Nadi
apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah
6) posisi
secara inferior ke kiri.
7) Bunyi
jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat
8) terjadi,
S1 dan S2 mungkin melemah.
9) Murmur
sistolik dan diastolic.
10) Warna
; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.
11) Punggung
kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler
lambat.
13) Hepar
; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi
napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema
; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya
pada ekstremitas.
3.
Integritas ego
a.
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut.
Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya
perawatan medis)
b. Tanda
: Berbagai manifestasi perilaku, mis
: ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4.
Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap,
berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5.
Makanan/cairan
a.
Gejala :
Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan
pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan
yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan
distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6.
Higiene
a.
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama
aktivitas Perawatan diri.
b. Tanda
: Penampilan menandakan kelalaian
perawatan personal.
7.
Neurosensori
a.
Gejala
: Kelemahan, pening, episode pingsan.
b.
Tanda
: Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
8.
Nyeri/Kenyamanan
a.
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau
kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
b. Tanda
: Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
9.
Pernapasan
a.
Gejala :
Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk
dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan
pernapasan.
b.
Tanda
:
1) Pernapasan;
takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
2) Batuk
: Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa
pemebentukan sputum.
3) Sputum
; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi
napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi
mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna
kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental,
kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet.
11. Interaksi
sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas
sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a.
Gejala :
menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran
kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk
meningkatkan.
B.
Diagnosa Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi
listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
a.
Peningkatan frekuensi jantung
(takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
b. Perubahan
tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
c.
Bunyi ekstra (S3 & S4)
d. Penurunan
keluaran urine
e.
Nadi perifer tidak teraba
f.
Kulit dingin kusam
g. Ortopnea,krakles,
pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien
akan : Menunjukkan tanda vital dalam
batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan
penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi
beban kerja jantung.
Intervensi
a.
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi,
iram jantung
Rasional
: Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikel.
b. Catat
bunyi jantung
Rasional
: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat
menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
c.
Palpasi nadi perifer
Rasional
: Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse alternan.
d. Pantau
TD
Rasional
: Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
e.
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional
: Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya
curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena
peningkatan kongesti vena.
f.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula
nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Rasional
: Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2.
Aktivitas
intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia,
Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan
oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
a.
Periksa tanda vital sebelum dan segera
setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.
Rasional
: Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
b. Catat
respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat.
Rasional
: Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama
aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
c.
Evaluasi peningkatan intoleran
aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
d. Implementasi
program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional
: Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila
fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
: menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung
S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan
/kriteria evaluasi,
Klien
akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan
cairan individual.
Intervensi
:
a.
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah
dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional
: Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran
urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
b. Pantau/hitung
keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional
: Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan
(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c.
Pertahakan duduk atau tirah baring
dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional
: Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH
sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau
TD dan CVP (bila ada)
Rasional
: Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat
menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
e.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan
anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional
: Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
f.
Pemberian obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
g. Konsul
dengan ahli diet.
Rasional
: perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
4.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-alveolus.
Tujuan
/kriteria evaluasi,
Klien
akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi dekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress
pernapasan., Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam btas
kemampuan/situasi.
Intervensi
:
a.
Pantau bunyi nafas, catat
krekles
Rasional
: menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk intervensi lanjut.
b. Ajarkan/anjurkan
klien batuk efektif, nafas dalam.
Rasional
: membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.
c.
Dorong perubahan posisi.
Rasional
: Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Kolaborasi
dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
Rasional : Hipoksemia dapat terjadi berat selama edema
paru.
e.
Berikan obat/oksigen tambahan sesuai
indikasi
5.
Resiko tinggi terhadap kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema dan penurunan
perfusi jaringan.
Tujuan/kriteria
evaluasi
Klien akan : Mempertahankan integritas kulit, Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi
a.
Pantau kulit, catat penonjolan tulang,
adanya edema, area sirkulasinya terganggu/pigmentasi atau kegemukan/kurus.
Rasional
: Kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilisasi fisik dan
gangguan status nutrisi.
b. Pijat
area kemerahan atau yang memutih
Rasional
: meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
c.
Ubah posisi sering ditempat tidur/kursi,
bantu latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional
: Memperbaiki sirkulasi waktu satu area yang mengganggu aliran darah.
d. Berikan
perawtan kulit, minimalkan dengan kelembaban/ekskresi.
Rasional : Terlalu kering atau lembab merusak
kulit/mempercepat kerusakan.
e.
Hindari obat intramuskuler
Rasional
: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorbsi obat dan
predisposisi untuk kerusakan kulit/terjadinya infeksi.
6.
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi dan program pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi tentang
hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan : Pertanyaan
masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang dapat dicegah.
Tujuan/kriteria evaluasi
Klien
akan :
a.
Mengidentifikasi hubungan terapi untuk
menurunkan episode berulang dan mencegah komplikasi.
b. Mengidentifikasi
stress pribadi/faktor resiko dan beberapa teknik untuk menangani.
c.
Melakukan perubahan pola hidup/perilaku
yang perlu.
Intervensi
a.
Diskusikan fungsi jantung normal
Rasional
: Pengetahuan proses penyakit dan harapan dapat memudahkan ketaatan pada
program pengobatan.
b. Kuatkan
rasional pengobatan.
Rasional
: Klien percaya bahwa perubahan program pasca pulang dibolehkan bila merasa
baik dan bebas gejala atau merasa lebih sehat yang dapat meningkatkan resiko
eksaserbasi gejala.
c.
Anjurkan makanan diet pada pagi hari.
Rasional
: Memberikan waktu adequate untuk efek obat sebelum waktu tidur untuk
mencegah/membatasi menghentikan tidur.
d. Rujuk
pada sumber di masyarakat/kelompok pendukung suatu indikasi
Rasional
: dapat menambahkan bantuan dengan pemantauan sendiri/penatalaksanaan dirumah.
C. Evaluasi
Selama evaluasi perawat harus
membandingkan tingkah pasien dengan apa yang dinyatakan dalam hasil yang
diharapkan, misalnya:
1. Kecepatan pernapasan normal, tidak
memerlukan terapi oksigen, dan tidak tampak bingung
2. Dapat menoleransi kegiatan hidup
sehari-hari tanpa membebani jantung
3. Dapat menggunakan mekanisme koping
yang efektif
4. Mempertahankan berat badan pada
nilai sebelum timbulnya edema
5. Tidak ada decubitus
6. Menerima modifikasi diet
7. Feses lunak
8. Dapat menjelaskan sifat penyakitnya,
efek dan efek samping dari obat-obatnya, program kegiatan/istirahat
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan diskusi dan mencari sumber literature
yang dapat dipercaya, gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF), adalah ketidakmampuan
jantung
untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme
yang mendasar tentang
gagal
jantung
termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah
jantung
kurang
dari normal.
Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit
inflamasi atau degeneratif otot jantung.
Berdasarkan
buku Keperawatan Medikal Bedah, Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada 3 faktor, yaitu : Preload, adalah jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya
regangan serabut otot jantung, Konteraktilitas, mengacu pada perubahan kekuatan
konteraksi yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload, mengacu pada besarnya tekanan
ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan
yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gagal jantung kongestif
bervariasi, mulai dari beban yang berlebihan, kerja jantung yang berlebihan,
jantung terlalu lelah, gangguan sistemik, dll. Klasifikasi gagal jantung
kongestif itu sendiri terbagi dua: gagal jantung akut, dan gagal jantung
kronis. Manifestasi klinis untuk gagal
jantung kongestif ada beberapa: contohnya meningkatnya volume intravaskuler, Kongestif jaringan akibat tekanan
arteri dan vena meningkat, Edema paru akibat peningkatan tekanan vena
pulmonalis,sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, yang
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek, Edema perifer umum dan penambahan
berat badan akibat tekanan sistemik, Turunnya curah jantung akibat darah tidak dapat mencapai
jaringan dan organ, Tekanan
perfusi ginjal menurun sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan renin dari
ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron, retensi
natrium, dan cairan, serta peningkatan volume intravaskuler.
Peran kita
sebagai perawat, tentunya memenuhi kebutuhan dasar klien dengan cara
memandirikin pasien yang mengalami gangguan gagal jantung kongestif. Hal yang
dapat kita lakukan sebagai perawat adalah ajarkan latihan relaksasi napas
dalam, berikan pendidikan kesehatan mengenai gagal jantung kongestif, dan
melakukan kolaborasi dengan dokter dalam rangka pemberian obat.
B. SARAN
Penulisan makalah ini diharapkan
dapat memotivasi masyarakat atau pembaca, agar dapat menjaga kesehatan organ jantung sehingga proses metabolisme di dalam
tubuh manusia dapat berjalan dengan baik dan seimbang, dan dapat menghindari resiko kematian.
Daftar Pustaka
Brunner
& Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol
2. Jakarta: EGC.
Carpenito,
L. J. 2009.
Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Keperawatan. Jakarta: EGC. Diane, Boughman. 2000.
Dochterman,
Joanne McCloskey., et al. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). Missouri
: Mosby.
Johnson,
M. Maas, M and Moorhead, S. 2007. Nursing Outcomes Classifications (NOC).
Second Edition. IOWA Outcomes Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis,
Missouri.
McCloskey,
J.C and Bulechek, G.M. 2007. Nursing Intervention Classifications (NIC).
Second Edition. IOWA Interventions Project. Mosby-Year Book, Inc. St.Louis,
Missouri.
Moprhead, S.,
Johnson, M., Mass, M.L., Swanson, E. 2004. Nursing Outcomes Classification
(NOC) 4th Edition.
Missouri: Mosby.
Muttaqin, arif.
2009. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta
: Salemba Medika.
North
American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnosis :Definition
and Classification 2012-2014. NANDA International. Philadelphia.
Noer,S et
al. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Smeltzer,
Suzanne C dan Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan medikal bedah. Ed 8.
Jakarta: EGC
Wilson
Lorraine M. 2005.
Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit). Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar